Zohran Mamdani for President
ILUSTRASI Zohran Mamdani for President.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Ketika menyidak pabrik air minum Aqua, ia tak sadar membentur tembok itu. Maka, ia pun mental dan harus balik kanan. Ia lupa satu aturan, ”jangan sentuh oligarki”.
Purbaya pun sama. Ia lupa –atau belum pernah mendengar– satu iron rule, ’hukum besi’, yaitu ”jangan sentuh jubah raja”. Kau boleh lakukan apa saja asal tidak menyentuh jubah raja.
Ketika Purbaya menolak membayar utang Whoosh, saat itulah ia menyentuh jubah sang raja. Pada titik itulah, Purbaya harus balik kanan.
Di Amerika Serikat, Mamdani terlihat berani menyentuh jubah raja. Bahkan, inti gerakan politiknya tidak hanya menyentuh jubah raja, tetapi mau menelanjanginya. Risiko ke depan sangat besar. Mamdani akan menjadi perhatian seluruh dunia, apakah ia akan tetap berani menelanjangi sang raja.
Di AS sekarang Donald Trump adalah ”The King”. Setidaknya begitulah ia memosisikan dirinya. Ia berada di atas hukum. Ia merasa bisa melakukan apa saja. Karena itu, banyak muncul aksi unjuk rasa di berbagai wilayah dengan slogan ”No King”.
Trump ketar-ketir setelah kemenangan Mamdani. Lidah Trump yang tajam menyerang Mamdani dengan menyebutnya sebagai komunis gila. Tuduhan itu tidak menjatuhkan Mamdani, alih-alih membuatnya makin populer di kalangan kelas bawah New York.
New York adalah pusat komunitas Yahudi paling besar dan paling berpengaruh. Lobi Yahudi di Amerika Serikat merupakan kelompok lobi yang paling berpengaruh. Kelompok itu terdiri atas elite-elite Yahudi paling kaya yang selalu memberikan sumbangan besar dalam kampanye pemilihan presiden di Amerika Serikat.
Sebab itulah, AS tidak akan pernah bisa lepas dari dukungannya kepada Israel. Siapa pun yang menjadi presiden AS, ia pasti akan mendukung Israel. Tidak peduli dari Partai Demokrat ataupun Partai Republik, presiden AS selalu pro-Israel.
Mamdani membongkar kemapanan ratusan tahun itu. Ia tidak pernah menyembunyikan identitasnya sebagai seorang muslim. Ia malah terang-terangan menunjukkan pembelaan terhadap Palestina dan dengan tegas mengecam genosida Israel terhadap warga Gaza.
Mamdani tidak takut memainkan politik identitas. Bagi politikus yang tidak punya keyakinan, kemampuan, dan kepercayaan diri yang tinggi, memainkan isu politik identitas sama saja dengan bunuh diri.
Namun, Mamdani memainkannya dengan cerdik dan cermat. Ia meyakinkan komunitas Yahudi bahwa ia akan menjadi wali kota untuk semua warga New York, bukan wali kota bagi orang-orang muslim dan kelas bawah di New York.
Mamdani membungkus tema kampanye secara sangat sederhana dengan moto affordability atau keterjangkauan. Ia berjanji membuat semua warga New York bisa menjangkau pelayanan kesehatan, transportasi umum, pendidikan, dan layanan sosial.
Mamdani menjadi pahlawan kalangan bawah dan kelas pekerja di New York. Karena itulah, Trump menyebutnya sebagai komunis. Trump takut oleh Mamdani karena bisa mengancam white supremacy, ’supremasi kulit putih’, yang selama ini menjadi dagangan utama Trump.
Akankah muncul aspirasi ”Zohran for President”? Peluangnya terbuka. Tapi, konstitusi Amerika Serikat mengharuskan presiden harus asli kelahiran Amerika Serikat. Sedangkan, Mamdani imigran yang lahir di Uganda dan beremigrasi ke Amerika Serikat ketika masih SD.
Episode selanjutnya akan menarik diamati, beranikah Mamdani menyentuh jubah Donald Trump the King. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: