Pengaruh Implementasi MBG terhadap Makroekonomi Daerah Sebelum dan Sesudah Program Berjalan

Pengaruh Implementasi MBG terhadap Makroekonomi Daerah Sebelum dan Sesudah Program Berjalan

KARYAWAN SPPG menyiapkan menu untuk MBG.-Dokumentasi Menko Polkam-

Studi komparatif ini akan membandingkan data pra-implementasi (2022-2023) dengan pasca-implementasi (2024, berdasarkan data awal enam bulan pertama).

Perubahan Konsumsi Rumah Tangga: Dari Beban ke Stimulus Ekonomi

Konsumsi rumah tangga merupakan penopang utama perekonomian Indonesia, dan Makan Bergizi Gratis (MBG) berpotensi membangkitkan kembali. Sebelum program berjalan, konsumsi rumah tangga di wilayah uji coba seperti Jawa Tengah hanya tumbuh 3,2% year-on-year (yoy) pada 2023, lebih rendah dari target nasional 5%. Hal ini disebabkan oleh prioritas pengeluaran pada kebutuhan primer, di mana 60% rumah tangga miskin menyalurkan lebih dari 50% anggaran untuk makanan. Data itu menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS.

Pasca-penerapan Makan Bergizi Gratis (MBG), terdapat perubahan signifikan. Di Jawa Barat, konsumsi rumah tangga meningkat 4,8% yoy pada semester pertama 2024, didorong oleh penghematan pengeluaran makanan keluarga. Program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang menjangkau 1,5 juta siswa di provinsi tersebut, mengurangi beban finansial rumah tangga sebesar Rp300.000- Rp500.000 per bulan per keluarga, berdasarkan estimasi Kementerian Pendidikan. Dana yang tersisa dialokasikan untuk pendidikan non-formal atau tabungan, sehingga menciptakan dampak berantai pada konsumsi sekunder seperti transportasi dan hiburan.

Studi komparatif menyatakan bahwa di daerah dengan cakupan Makan Bergizi Gratis (MBG) tinggi, seperti NTT, peningkatan konsumsi mencapai 5,5% yoy, dibandingkan 2,8% sebelumnya. Faktor yang menjadi kunci adalah integrasi UMKM lokal dalam penyediaan bahan Makan Bergizi Gratis (MBG), yang meningkatkan pendapatan petani dan nelayan. 

BACA JUGA:SPPG Duga Keracunan MBG di SDN Meruya Selatan Bukan karena Puding Cokelat

BACA JUGA:Wabup Pidie Jaya Aniaya Kepala Dapur MBG, Begini Respons BGN!

Namun, tantangan muncul di daerah urban seperti Jakarta, di mana pertumbuhan konsumsi hanya 3,9%, karena ketergantungan pada impor yang belum terganggu sepenuhnya. Secara keseluruhan, MBG berkontribusi 1-1,5 poin persentase terhadap pertumbuhan konsumsi rumah tangga nasional, menurut proyeksi BI, menjadikannya alat stimulus yang efektif bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Peningkatan Daya Beli: Mengukur Efek Penghematan dan Inklusi Ekonomi

Daya beli masyarakat merupakan indikator krusial yang mencerminkan kemampuan rumah tangga untuk mempertahankan standar hidup di tengah tekanan inflasi. Pra-MBG, daya beli di wilayah timur Indonesia tergerus oleh inflasi pangan yang mencapai 7% pada 2023, menyebabkan penurunan indeks daya beli sebesar 2,3% di NTT. Di Jawa, situasinya lebih baik dengan penurunan hanya 1,1%, tetapi tetap menjadi beban bagi keluarga urban yang menghadapi biaya hidup tinggi.

Implementasi MBG membawa kabar baik bagi daya beli. Data awal 2024 dari BI menunjukkan peningkatan indeks daya beli sebesar 3,2% di wilayah uji coba, dengan kontribusi utama dari pengurangan pengeluaran makanan. Misalnya, di Jawa Tengah, rumah tangga penerima manfaat MBG melaporkan peningkatan daya beli efektif sebesar 15-20%, karena makanan gratis setara dengan 20% dari anggaran bulanan mereka. Hal ini memungkinkan alokasi ulang dana ke sektor pendidikan dan kesehatan, yang pada gilirannya meningkatkan produktivitas jangka panjang.

Komparasi sebelum dan sesudah menyoroti disparitas regional. Di daerah pedesaan NTT, daya beli naik 4,5% pasca-MBG, dibandingkan stagnan sebelumnya, berkat peningkatan pendapatan dari penjualan hasil tani ke program. Sebaliknya, di wilayah urban Jawa Barat, peningkatan hanya 2,8%, karena faktor eksternal seperti kenaikan upah minimum yang belum merata. 

Wawasan berharga dari studi ini adalah bahwa MBG paling efektif dalam meningkatkan daya beli kelompok rentan, seperti keluarga petani kecil, dengan potensi mengurangi ketimpangan Gini koefisien sebesar 0,02 poin. Bagi pemerintah, ini menekankan perlunya integrasi MBG dengan program bantuan sosial lain, seperti Kartu Prakerja, untuk efek maksimal.

Pengaruh terhadap Laju Inflasi Wilayah: Stabilisasi Harga melalui Rantai Pasok Lokal

Inflasi wilayah sering kali menjadi ketakutan bagi stabilitas ekonomi daerah, terutama di tengah ketidakstabilan harga komoditas global. Sebelum Makan Bergizi Gratis (MBG), laju inflasi di Indonesia rata-rata 3,5% pada 2023, dengan variasi regional yang mencolok: 4,8% di Sumatera Utara akibat banjir, dan 5,1% di NTT karena kekeringan. Inflasi pangan, yang mendominasi 60% dari IHK, menjadi penyumbang utama, dengan harga beras naik 10% yoy di beberapa daerah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: