Tes Kemampuan Akademik (TKA): Langkah Progresif Menuju Pendidikan yang Inklusif dan Berkeadilan
ILUSTRASI Tes Kemampuan Akademik (TKA): Langkah Progresif Menuju Pendidikan yang Inklusif dan Berkeadilan.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Oleh karena itu, adanya inovasi dari TKA adalah komitmennya terhadap inklusivitas pendidikan yang harus diapresiasi.
Diakui ataupun tidak, program itu merupakan kali pertama dalam sejarah sistem asesmen nasional Indonesia, peserta didik dari jalur formal, nonformal (seperti paket A, B, C), dan informal (seperti homeschooling) memiliki kesempatan yang setara untuk mendapatkan pengakuan atas capaian akademik mereka.
Hal itu senada dengan apa yang dikatakan Kepala BSKAP Kemendikdasmen Toni Toharudin, yakni program itu sebagai ”bentuk konkret komitmen pemerintah untuk memastikan bahwa hak belajar setiap anak Indonesia diakui secara adil, apa pun latar belakang pendidikannya.”
Perlu diakui bahwa selama bertahun-tahun, siswa dari jalur nonformal dan informal menghadapi hambatan sistemik dalam membuktikan kompetensi akademik mereka. Ijazah dari program paket C atau sertifikat homeschooling sering kali tidak memiliki daya kompetitif yang sama dengan ijazah sekolah formal ketika digunakan untuk seleksi ke perguruan tinggi atau institusi pendidikan lanjutan.
Namun, TKA hadir sebagai equalizer yang memungkinkan siswa dari berbagai latar belakang pendidikan untuk berdiri di level playing field yang sama. Sebab, sertifikat hasil TKA yang diterbitkan kementerian, lengkap dengan nilai dan kategori capaian yang ditetapkan secara nasional, memberikan legitimasi yang kuat terhadap pembelajaran yang dilakukan di luar sistem sekolah formal.
Bahkan, sertifikat TKA dapat diterjemahkan ke dalam bahasa asing sesuai kebutuhan pengguna. Itu membuka peluang bagi siswa Indonesia untuk berkompetisi di tingkat internasional. Kebijakan tersebut adalah pengakuan eksplisit bahwa pembelajaran berkualitas dapat terjadi di mana saja, tidak terbatas pada gedung sekolah konvensional.
OBJEKTIVITAS TANPA MENGHILANGKAN KONTEKS HINGGA TRANSPARANSI DAN INTEGRITAS
Kiranya perlu disadari bahwa tantangan terbesar dalam sistem pendidikan yang beragam seperti Indonesia adalah bagaimana menciptakan standar evaluasi yang objektif tanpa mengabaikan konteks lokal dan keunikan setiap satuan pendidikan.
TKA menjawab tantangan itu dengan pendekatan yang seimbang dan bijaksana. Setelah penghapusan UN dan implementasi asesmen nasional (AN) yang tidak memberikan laporan hasil individu, muncul kekosongan dalam sistem evaluasi akademik.
Data rapor yang berasal dari penilaian masing-masing satuan pendidikan, meskipun kaya konteks, menghadapi masalah dalam hal objektivitas ketika digunakan untuk seleksi yang melibatkan perbandingan antarsekolah.
TKA hadir sebagai jembatan yang menghubungkan dua kebutuhan itu: menyediakan data terstandar yang objektif sambil tetap menghargai proses pembelajaran yang terdokumentasi dalam rapor.
Oleh karena itu, yang perlu diapresiasi adalah TKA tidak dimaksudkan untuk menggantikan rapor atau mendevaluasi penilaian yang dilakukan guru. Sebaliknya, TKA berfungsi sebagai validator dan komplemen dari data akademik yang sudah ada.
Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Atip Latipulhayat mengonfirmasi bahwa hasil TKA akan menjadi salah satu pertimbangan dalam seleksi nasional berdasarkan prestasi (SNBP), bukan satu-satunya penentu.
Pendekatan holistik itu memastikan bahwa siswa dinilai dari berbagai dimensi: prestasi akademik terstandar, konsistensi pembelajaran sepanjang jenjang, dan potensi pengembangan diri.
Dari segi teknis, TKA dirancang dengan mempertimbangkan keberagaman kebutuhan dan karakteristik peserta didik. Untuk jenjang SMA/SMK/MA, TKA mengujikan lima mata pelajaran: bahasa Indonesia, matematika, bahasa Inggris, dan dua mata pelajaran pilihan sesuai peminatan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: