Padel, Olahraga Sosial Baru Masyarakat Surabaya

Padel, Olahraga Sosial Baru Masyarakat Surabaya

ILUSTRASI Padel, Olahraga Sosial Baru Masyarakat Surabaya.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

BACA JUGA:Liga Padel Pertama Resmi Diluncurkan di Jakarta, PBPI Cari Bibit Unggul

BACA JUGA:Sambut GoFood Sirkuit Nasional Padel 2025 : Kisah Panjang Padel yang Kini Jadi Fenomena

Kehadiran lapangan padel di ruang publik atau semipublik juga dapat menimbulkan eksklusi sosial. Akses yang mahal dan terbatas bisa memperkuat segregasi sosial dalam kota: ruang untuk rekreasi dan olahraga menjadi hak istimewa, bukan hak universal. 

Hal tersebut memperkuat apa yang disebutkan Zygmunt Bauman sebagai liquid inequality. Yaitu, ketimpangan yang mengalir dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk rekreasi.

MENCARI MAKNA DALAM PADEL

Orang-orang usia 25–45 tahun menjadi pengguna utama. Itu adalah generasi yang tumbuh lewat urbanisasi, globalisasi, akses internet, dan media sosial. Mereka memiliki aspirasi estetika, gaya hidup, dan orientasi kesejahteraan yang berbeda dari generasi sebelumnya, yang mungkin lebih fokus pada stabilitas ekonomi atau tradisi. 

BACA JUGA:BRI Gelar BRImo SIP Padel League 2025, Dorong Gaya Hidup Sehat Generasi Urban

BACA JUGA:Mengenal Perbedaan Padel dan Tenis

Padel memberikan media untuk mengekspresikan aspirasi itu: menjadi modern, kesehatan, estetis, keren. Kehadiran komunitas muda, influencer, ekspos media sosial juga mempercepat proses itu dengan menciptakan efek social contagion (penularan sosial) yang memperluas minat masyarakat.

Padel sebagai fenomena yang diimpor (asal-usulnya luar negeri) menjadi contoh bagaimana tren global ditransformasikan di konteks lokal. Elemen-elemen luar negeri (brand, desain lapangan, gaya pakaian, cara bermain) diadaptasi dengan selera lokal –tropis, cuaca, budaya sosial Surabaya.

Dari sisi gender, banyak turnamen padel yang bersifat campuran (mixed), memberikan ruang yang relatif setara bagi laki-laki dan perempuan untuk berpartisipasi aktif, meski tetap ada tantangan struktural yang perlu dicermati dalam konteks akses dan representasi.

BACA JUGA:Mengenal Olahraga Padel, Dari Eksebisi ke PON XXII/2028

BACA JUGA:Padelates, Inovasi Olahraga Gabungan Padel dan Pilates yang Sedang Naik Daun

Namun, menariknya, padel juga mengandung aspek inklusivitas. Tak seperti tenis yang membutuhkan teknik tinggi sejak awal, padel lebih mudah dipelajari siapa pun. Itulah yang membuat padel menarik dari perspektif budaya: ia elite tetapi juga aksesibel, bergantung pada bagaimana komunitas mengelolanya.

BUDAYA KOMUNITAS DAN IDENTITAS BARU

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: