Mengenang 100 Hari Wafatnya Oei Hiem Hwie, Ikohi Luncurkan Buku Marga Oei yang Murtad
Perwakilan Ikohi Jawa Timur Heri Krisdianto (empat dari kiri) menyerahkan figura berupa sampul buku Marga Oei yang Murtad kepada Adi Sandika, putra Oei Hiem Hwie, di Lodji Besar, Surabaya, Rabu, 10 Desember 2025.-Rossa Handini-Harian Disway-
BACA JUGA:Urgensi Revisi UU Perbukuan Nasional (2): Mustahil Hidup Penulis Cuma Ditopang Royalti
Sebelum ditahan, Hwie sudah mengenal Pramoedya karena sering menghadiri ceramah-ceramahnya. Namun, kedekatan mereka baru dekat ketika sama-sama menjadi tahanan politik.
Dalam masa sulit itu, Pramoedya memberi semangat kepada Hwie agar tetap kuat dan fokus belajar. Pram menganggap dirinya sebagai dosen dan Hwie sebagai murid. Dari percakapan dan ”kuliah” kecil di balik jeruji, lahirlah gagasan yang kemudian berkembang menjadi karya besar.
Misalnya, Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca. Tetralogi itu bermula dari cerita-cerita yang disampaikan Pram di Pulau Buru.
Ketika Pram membutuhkan kertas untuk menulis, Hwie yang berusaha mencarikannya. Ia memungut kertas semen dari sisa pembangunan. Kertas-kertas semen itu dibersihkan dan dipotong menjadi seukuran folio agar bisa digunakan.
Untuk kebutuhan alat tulis seperti pensil dan pena, para tahanan politik bekerja sama secara diam-diam. Mereka menukar telur ayam hutan dengan perlengkapan menulis di Namlea, kota terbesar di Pulau Buru.
BACA JUGA:Urgensi Revisi UU Perbukuan Nasional (1): Krisis Literasi, Krisis Regulasi...
BACA JUGA:Urgensi Revisi UU Perbukuan Nasional (3): Buku Harus Masuk Jasa Publik, Biar Bebas Pajak

Oei Hiem Hwie dan satu-satunya koran Trompet Masjarakat yang lengkap, yang kini menjadi bagian dari koleksi Perpustakaan Medayu Agung, Surabaya.-Rizal Hanafi-HARIAN DISWAY
Semua dilakukan dengan cara sederhana, sebisanya, demi menjaga agar tulisan tetap bisa lahir dari balik penjara. ”Dan, ada dugaan Oei Hiem Hwie tidak hanya menyelamatkan tulisan Pramoedya, tetapi juga karya para tahanan politik lainnya,” ucap Dandik.
Lewat peluncuran dan bedah buku itu, Ikohi berupaya mengenalkan sosok Oei Hiem Hwie pada generasi muda. Juga pentingnya melestarikan memori kolektif dalam bentuk arsip. Dari dokumen, catatan, dan tulisan, pengalaman masa lalu tetap hidup dan bisa dipelajari berbagai generasi.
”Ekspektasi saya yang datang orang tua, ternyata lebih banyak anak mudanya,” kata dosen FISIP Unair itu.
Salah satu penulis buku Marga Oei yang Murtad, Vallerie Archam, bercerita bahwa awalnya dia belum mengenal sosok Oei Hiem Hwie.
Rasa penasarannya tentang Oei Hiem Hwie muncul saat dirinya mencari data di Perpustakaan Medayu Agung. Dari situlah mahasiswa Unair itu tergerak untuk menulis kiprah dan sepak terjang Oei Hiem Hwie.
BACA JUGA:Titimangsa Rilis Buku Antologi Naskah Monolog Di Tepi Sejarah, Hadirkan Happy Salma dan Ahda Imran
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: