Hukum Bisa Direkayasa, tapi Alam Tak Pernah Bohong
ILUSTRASI Hukum Bisa Direkayasa, tapi Alam Tak Pernah Bohong.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Ketika hutan rusak, kemampuan itu tinggal 5–20 persen. Artinya, lebih banyak air yang meluncur deras ke hilir, membawa serta tanah, batu, bahkan jiwa manusia.
Banjir dan longsor di Sumut-Sumbar-Aceh bukanlah kejutan. Ia adalah respons alam terhadap hutan yang dipangkas dan sungai yang dipersempit.
UTANG KELALAIAN ITU KINI MENAGIH
Fixed. Bangsa ini sedang membayar utang ekologis yang diwariskan generasi-generasi sebelumnya. Utang yang tidak akan lunas hanya dengan bantuan sosial atau kunjungan pejabat. Utang lengkap dengan bunganya, yang jauh lebih mahal, bahkan tak terhitung. Utang masa silam, yang harus dibayar oleh generasi yang tak berdosa.
Daerah aliran sungai yang dulu kokoh kini rapuh. Hutan yang dulu menjadi spons raksasa kini hanya mampu menyerap sebagian kecil air hujan. Suhu lokal yang meningkat juga memperparah semua risiko.
Inilah saatnya kita tidak lagi memperdebatkan siapa yang salah, siapa yang benar.
Sejarah sudah terjadi. Namun, jika kita tidak belajar dari sejarah, bencana hanyalah ulangan ujian yang jawabannya tidak pernah kita kerjakan.
GREEN DEMOCRACY: KOMPAS MORAL INDONESIA DI ABAD PERUBAHAN IKLIM
Green democracy adalah paradigma baru yang harus menjadi fondasi keputusan publik di Indonesia. Demokrasi yang tidak hanya mendengar suara rakyat, tetapi juga suara bumi. Demokrasi yang berpikir menjaga masa depan setelah belajar dari kesalahan masa lalu.
Suara hutan yang ditebang, suara sungai yang meluap, suara gunung yang retak, dan suara generasi mendatang yang menunggu apakah kita akan bijak atau lalai. Keputusan pembangunan tidak boleh lagi hanya menimbang pertumbuhan ekonomi.
Ia harus menghitung biaya ekologis dan risiko masa depan. Harus seimbang, selaras. Harmoni. Itu adalah nilai-nilai orisinal, asli budaya yang diturunkan nenek moyang kita.
Green democracy adalah cara agar bangsa ini tetap memiliki masa depan. Sebab, ini bukan tentang hutan yang ditebang, melainkan tentang masa depan yang ikut lenyap. Kita mewarisi bumi dari leluhur, tetapi meminjamnya dari anak cucu. Pun, kita tidak boleh mengembalikannya dalam keadaan rusak.
TUJUH LANGKAH NASIONAL UNTUK MENGHENTIKAN SEJARAH KELAM
Pertama, memperkuat BNPB-BMKG-Basarnas menjadi satu ekosistem tangguh setara FEMA (USA). Krisis iklim tidak bisa dihadapi dengan lembaga yang berjalan sendiri-sendiri. Tidak boleh berkotak-kotak, harus saling terkoneksi dan kolaborasi.
Kedua, melakukan audit nasional terhadap seluruh izin ekstraktif sejak Orde Baru. Transparansi adalah fondasi keadilan ekologis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: