Hukum Bisa Direkayasa, tapi Alam Tak Pernah Bohong

Hukum Bisa Direkayasa, tapi Alam Tak Pernah Bohong

ILUSTRASI Hukum Bisa Direkayasa, tapi Alam Tak Pernah Bohong.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Ketiga, moratorium izin baru di kawasan rawan ekologis seperti Sumatera, Kalimantan, dan Papua. 

Keempat, membangun peta risiko ekologis nasional berbasis satelit dan kecerdasan buatan, untuk mendeteksi bencana sebelum terjadi. Early warning system yang makin peka dan terintegrasi secara digital. 

Kelima, memberikan insentif pajak hijau (green tax incentive) bagi perusahaan yang benar-benar mengurangi emisi, menggunakan energi bersih, dan menjalankan standar ESG.

Keenam, merehabilitasi 3 juta hektare hutan dalam 5–10 tahun melalui gerakan nasional penanaman kembali. 

Ketujuh, menjadikan green democracy sebagai pedoman etika kepemimpinan, prinsip pembangunan nasional, dan bahasa politik baru Indonesia. 

Indonesia harus naik kelas: dari negara yang hanya memadamkan bencana menjadi negara yang mencegah, melindungi, dan menuntun peradaban baru Nusantara.

JANGAN BIARKAN SEJARAH MENGHUKUM KITA

Indonesia tidak boleh hanya menjadi penonton dalam pusaran perubahan iklim global. Apalagi, menjadi korban? Kita harus memimpin, bukan sekadar bertahan. Tidak hanya membangun negeri, tetapi juga menyelamatkan bumi. 

Sebab, pada akhirnya, data tidak pernah bohong. Sejarah kelam pun tidak boleh dibiarkan berulang. Green democracy: People, Planet, Policy. (*)

*) Sultan Baktiar Najamudin adalah ketua DPD RI 2024-2029, Penggagas Green Democracy.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: