Manusia Telanjang
ILUSTRASI Manusia Telanjang.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
PENGUJUNG 2025 mencatat kepedihan yang mendalam atas bencana banjir bandang di Aceh dan Sumatera. Seribu orang meninggal dan ratusan lainnya terkubur tidak ketahuan di mana jasadnya. Mereka adalah korban yang akan segera terlupakan.
Para korban itu hanyalah seribu orang di antara 270 juta manusia Indonesia. Wilayah bencana itu hanyalah 3 provinsi di antara 38 provinsi di seluruh Indonesia. Pemerintah menegaskan mampu menyelesaikan tragedi tersebut, tanpa harus meminta bantuan kepada negara lain.
Para korban itu menjadi manusia-manusia telanjang yang harus menjadi korban karena mereka memang layak dikorbankan.
BACA JUGA:Perempuan dan Bencana Alam Buatan Manusia
BACA JUGA:Batin Tulang Belulang Homo Erectus, si Manusia Jawa
Filsuf Italia, Giorgio Agamben, dalam Homo Sacer, Sovereign Power and Bare Life (1998), menggambarkan ketelanjangan manusia dan ketidakberdayaannya menghadapi kekuasaan.
Para korban yang tidak berdaya itu adalah homo sacer, ’manusia-manusia telanjang yang tidak terlindungi dari tekanan kekuatan hukum kekuasaan’.
Negara mempunyai kekuasaan sovereign power, ’kekuasaan berdaulat’. Penguasa adalah orang yang bisa membuat keputusan atas dasar eksepsi atau pengecualian. Hukum tidak berlaku sama terhadap semua orang, tetapi berlaku pengecualian eksepsional sesuai keinginan penguasa.
BACA JUGA:Pembangunan Manusia Melalui Generasi Muda: Investasi Jangka Panjang Indonesia
BACA JUGA:Langkah Menjadi Manusia yang Layak
Perlakuan terhadap bencana tsunami Aceh 2004 dengan banjir bandang 2025 di tempat yang sama oleh pemerintah sangat berbeda. Begitu terjadi bencana tsunami, pemerintah tidak perlu berpikir panjang untuk menetapkannya sebagai bencana nasional.
Pemerintah mengakui bahwa skala bencana itu begitu dahsyat dan jumlah korban yang sangat besar sehingga tidak memungkinkan pemerintah Indonesia untuk menanganinya sendirian.
Dengan mendeklarasikan tsunami sebagai bencana nasional, pemerintah menunjukkan sikap humble dan membuka kesempatan kepada komunitas internasional untuk menunjukkan solidaritasnya. Tidak ada yang dihinakan dan tidak ada yang dipermalukan.
Skala bencana banjir bandang di Aceh dan Sumatera tahun ini tidak jauh berbeda dari tsunami. Bencana tsunami ”hanya” membawa air. Bencana banjir bandang Sumatera membawa lumpur dan ribuan gelondongan kayu yang menerjang apa saja tanpa ampun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: