HARIAn DISWAY - Entrepreneurs' Organization (EO) punya atmosfer bagus untuk pengembangan diri bagi para anggotanya. Tak heran jika mereka selalu haus untuk berinovasi. Direktur Utama PT Mirota Plastik Indonesia Novi Lilyana menjajal alat kesehatan untuk pengembangan bisnisnya.
Nilai-nilai yang dikembangkan di EO melekat pada setiap anggotanya. Memengaruhi cara berpikir mereka sebagai pengusaha. Orientasinya tak sekadar menumpuk laba. Novi Lilyana, misalnya. Pabrik plastik di Kaligawe, Semarang, miliknyi, sudah mapan. Namun, self of urgency justru terus muncul. Dia ingin berbuat sesuatu yang lebih besar lagi di bidang bisnis.
"Dari sisi bisnis, saya pengin ke arah medical," ujar alumnus kedokteran Universitas Atmajaya itu. Ide itu muncul dari keprihatinan di masa pandemi. Novi melihat produk alat kesehatan (alkes) yang beredar di dalam negeri justru didominasi oleh produsen luar negeri.
Sekitar 95 persen semua barang-barang alkes itu impor. Termasuk barang yang sederhana sekalipun. Seperti selang hingga kantong.
BACA JUGA: Mengenal Entrepreneurs' Organization (13): Novi Lilyana Gabung EO setelah Berjuang di EOA
"Kita ini kan punya kemampuan sebagai orang Indonesia. Tapi, malah impor dari Tiongkok," katanyi. Memang produk impor bisa didapat dengan harga yang sangat murah. Namun, Novi optimistis bisa bersaing.
Dia yakin mampu memproduksi barang-barang dengan kualitas yang sama. Juga dengan harga yang terjangkau. Mengingat kebutuhan alkes di Indonesia sangat banyak.
Yang penting, katanyi, industri alkes di Indonesia harus bisa mandiri. Tidak boleh lagi bergantung pada produk impor. Toh, di sisi lain, kebutuhannya pun mendesak.
Sebetulnya, jumlah pabrik plastik di Indonesia, khususnya Semarang, sangat banyak. Namun, tidak ada yang berani memproduksi alkes. Sebab, proses produksinya ribet.
Mulai dari pengurusan izin hingga standar kualitas yang harus dipenuhi terlalu banyak. Itu yang bikin para pengusaha malas. Sehingga tetap main aman dengan barang-barang yang diproduksi sebelumnya.
"Kebanyakan pabrik lari ke produk housewear seperti piring, baskom, keranjang, karena itu memang gampang produksinya," ucap Novi. Produksinya pun tak perlu standar yang macam-macam. Dan penjualannya juga lebih lancar lantaran produk itu dipakai oleh semua orang.
Novi Lilyana mengecek produk pabriknyi.-Dokumentasi Pribadi-
Beda dengan proses produksi alkes. Tidak boleh sembarangan. Harus ada divisi riset and development (RnD). Dia pun sudah menyiapkan lokasi bakal pabrik alkesnyi itu. Tidak di Kaligawe, Semarang, tetapi di Kendal.
Bagi pengusaha lain, mungkin proses produksi alkes memang ribet. Namun, itu malah dijadikan tantangan bagi Novi. "Ya, daripada impor seumur hidup," celetuknyi.
Dengan mindset serupa itulah, Novi menerapkannya dalam proses produksi PT Mirota Plastik Indonesia. Sekitar 50 persen bahan dari seluruh produk plastiknya itu berasal dari plastik yang bisa didaur ulang.