SURABAYA, HARIAN DISWAY - Selain Masjid At Taubah, salah satu jejak Islam yang tertua di kawasan Dolly dan sekitarnya adalah makam Mbah Kapiludin. Ulama penyebar agama Islam yang masih terkoneksi dengan Sunan Ampel. Makamnya berada di sudut utara Gang Dolly.
Konon kawasan prostitusi Dolly mulai berdiri sejak zaman kolonial. Pendirinya bernama Dolly van der Mart. Seorang Belanda yang pada masanya, menyediakan perempuan-perempuan sebagai pemuas nafsu serdadu Belanda yang ada di Surabaya. Pasca Indonesia merdeka, industri prostitusi yang dirintisnya itu semakin membesar.
Bahkan menjadi yang terbesar se-Asia Tenggara. ”Kalau dari cerita orang-orang tua, Tante Dolly awalnya tidak mendirikan di sini. Tapi di daerah Kembang Kuning. Kemudian entah terjadi pertentangan atau bagaimana akhirnya dipindah ke sini," ujar Jarwo Susanto, warga setempat yang juga guide tour Malam Jumat di Gang Dolly.
Rasanya tak cukup bila hanya mengikuti tur menyusuri gang Dolly selama semalam saja. Saya datang lagi keesokan harinya untuk mendengar cerita lebih detail tentang sejarah gang tersebut.
Jarwo menunjukkan lokasi tempat ia dulu hingga sekarang berjualan kopi. Omzetnya ketika Dolly masih buka, bisa ratusan ribu hingga jutaan rupiah per hari.--
Jarwo menunjukkan lokasi tempat ia dulu hingga sekarang berjualan kopi. Omzetnya ketika Dolly masih aktif, bisa ratusan ribu hingga jutaan rupiah per hari. Sebab harga kopinya ketika itu, Rp5 ribu per gelas. Jauh lebih mahal daripada harga kopi di warung luar Dolly yang harganya masih Rp2 ribu.
”Saya berjualan dengan kakak-kakak saya. Mereka juga punya warung sendiri-sendiri. Semuanya laris. Di satu sisi, lingkungan prostitusi membawa pemasukan bagi warga. Utamanya para pedagang. Tapi itu dulu ya,” ujarnya.
Meski besar, Jarwo merasa uang yang didapatnya tidak berkah. Cepat habis karena keuntungannya didapat dari kawasan prostitusi. ”Sekarang, walaupun sedikit tapi berkah. Bisa nyelengi,” tambah pria yang kini berbisnis produksi tempe itu.
Ia mengajak berkeliling ke kawasan Dolly. Melihat anak-anak yang bermain futsal di sebuah lapangan, yang berdiri di atas bekas lahan wisma nomor 17. ”Nama wismanya lupa. Tapi di sini dulu wisma nomor 17. Dibeli oleh Pemkot Surabaya, didirikan lapangan futsal,” ungkapnya.
Makam Mbah Kapiludin. Letaknya berada di sisi belakang sebelah kiri lapangan futsal. Jaraknya kira-kira 50 meter. Jika dari arah Masjid At Taubah, sekitar 200 meter ke arah barat. --
Sesekali ia mengajak anak-anak itu bermain. Berdasarkan aktivitas tersebut, dapat disimpulkan bahwa Dolly kini telah berubah menjadi permukiman ramah anak. ”Di sekitar sini banyak rumah-rumah warga, kan,” ujarnya sambil menunjuk sisi kanan dan kiri.
Ia masih ingat, dulu para PSK, mucikari dan para karyawan rumah bordil pernah tinggal di pemukiman sekitar. ”Pada 2009, tercatat sekitar 9 ribu PSK. Tersebar di 5 RW. Bahkan dulu pernah ada 1 RT, isinya 80 rumah. Tapi sebanyak 60 rumah jadi rumah bordil atau wisma karaoke,” tambah pria 42 tahun itu.
Siapa saja yang pernah melewati kawasan Dolly saat masih eksis, tentu masih ingat dengan papan alumunium yang terpampang di atas pintu masuk sebuah rumah.
Jika berwarna merah, tandanya rumah itu adalah rumah bordil. Papan tersebut pasti bertuliskan: Anggota TNI/Polri dilarang masuk. Sedangkan papan rumah warga biasa, warnanya biru. Tertulis ”Rumah Tangga”. ”Ya benar. Papan-papan itu sudah tidak ada lagi,” ujarnya.
Saya juga diajak melihat bekas Wisma Tampomas. Masih tampak jejak akuarium atau tempat duduk bagi para PSK. Dari kaca depan, mucikari menawarkan perempuan-perempuan itu dan hidung belang memilih mereka yang dirasa menarik.
Tapi bagaimana sejarah kawasan itu sebelum berdiri bisnis prostitusi? ”Berdasarkan cerita, tempat ini dulu adalah kawasan bong atau kuburan Tionghoa,” ujarnya.
Satu yang masih ada hingga kini adalah makam Mbah Kapiludin. Letaknya berada di sisi belakang sebelah kiri lapangan futsal yang dirikan Pemkot. Jaraknya kira-kira 50 meter. Jika dari arah Masjid At Taubah, kira-kira sekitar 200 meter ke arah barat.
Makam Mbah Kapiludin. Letaknya berada di sisi belakang sebelah kiri lapangan futsal. Jaraknya kira-kira 50 meter. Jika dari arah Masjid At Taubah, sekitar 200 meter ke arah barat. --