JOMBANG, HARIAN DISWAY - Moch Subchi Azal Tsani atau Mas Bechi berjalan perlahan memasuki ruang sidang pukul 10.18 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin, 17 Oktober 2022. Ia memakai rompi merah bertuliskan Tahanan.
Ia menjalani sidang kasus pencabulan santriwati di Pondok Pesantren Shiddiqiyyah, Ploso, Jombang. Pada sidang sebelumnya, Mas Bechi dituntut 16 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Pengacara tersangka, I Gede Pasek Suardika mengungkap bahwa tuntutan jaksa terlalu sadis. “Tuntutan kemarin itu tuntutan yang sadis dan tidak berperikeadilan, tidak mengacu pada fakta sidang.” Ungkap Gede. Di sidang kali ini, Gede pun membacakan nota pembelaan atau pledoi berjudul Ketika Pelakor jadi Pelapor. Ber- cove r hitam dengan gambar Themis, salah satu dewi dalam mitologi Yunani. Buku setebal 438 halaman itu dipaparkannya usai sidang yang berlangsung tertutup pada Senin, 17 Oktober 2022. Berdasarkan penjelasannya, pledoi itu memasukkan semua fakta perseidangan, termasuk awal mula kasus di pengadilan. “Artinya kita juga ungkap bagaimana adanya sprindik, ada P19 sampai enam kali, padahal aturannya tidak begitu. tiga kali harus sudah di SP3. Kasusnya ini enam kali, kita ungkap kasusnya, tetapi sebagai prolog,” ujar Gede ke awak media. Sambil memamerkan pledoi tersebut kepada wartawan, Gede menceritakan proses peradilan tersebut. Misalnya, dalam dakwaan, JPU menyebut korban mendapat ancaman melalui chat . Korban pun mengadu hal tersebut kepada saksi A. Saksi A lalu menyuruh korban untuk datang, dimana saksi B mengantarkannya naik motor. Saksi C pun berada di lokasi. Namun, Gede mempertegas bahwa dalam persidangan, baik saksi A, B, maupun C, menolak peristiwa tersebut saat diharidkan di ruang sidang. Ia percaya bahwa cerita yang disampaikan oleh JPU tidak pernah ada. Jaksa menggunakan saksi testimonium de auditu atau kesaksian yang didengar dari orang lain. Berkali-kali sejak persidangan sebelumnya berlangsung, Gede mengatakan bahwa kesaksian tersebut telah melanggar asas penegakan hukum dan keadilan. “Di sidang terakhir sampai tuntutan kemarin itu hilang semua (nama orang-orang yang terkait,Red), lalu tiba-tiba saja si korban ini dari pondok langsung ke TKP. Jaraknya kalau naik kendaraan atau mobil itu 30 sampai 45 menit. Kita minta untuk di jelaskan, bagaimana caranya si korban bisa ke TKP pukul 02.30 dini hari, dimana tempatnya sudah gelap.” Jelas Gede. Tak hanya itu, pihaknya juga mengkritisi fakta persidangan berupoa chat mesra korban bersama terdakwa. Begitu juga surat pernyataan tentang ketersediaan korban menjadi istri terdakwa. Itulah mengapa tajuk pledoi tersebut dipilih Mas Bechi sendiri, yakni Ketika Pelakor jadi Pelapor. “Tidak ada korban pemerkosaan di waktu yang beriringan dengan peristiwanya, menyampaikan kata-kata pada chat ‘cintaku’, ‘sayangku’, mengirim puisi cinta kemudian berbagai hal yang sifatnya merayu terdakwa,“ terang Gede. Pihaknya pun meminta replik pada persidangan pekan depan. Apabila hal itu tidak bisa disertakan maka tuntutan sadis jaksa pada pasal 285 KUHP ditambah pasal 65 ayat 1 KUHP tidak bisa dipakai atau sudah gugur. Gede meminta JPU untuk tidak sekedar menuntut. Menurutnya, jaksa merupakan penegak hukum dan keadilan. “Dia juga harus punya Nurani untuk mengukur nuraninya,” ucapnya. Bahkan Ia menyesalkan Dr. Mia Amiati, SH. MH selaku JPU dan juga Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) karena tidak hadir dalam persidangan kali ini. “Seandainya Bu Mia tadi hadir mungkin dia bisa dengar ini. Bagaimana dia menuntut tinggi dengan gagahnya hanya datang menuntut tapi tidak pernah mendengar hal-hal seperti ini. Dia hanya mengandalkan laporan saja ini kan memalukan,” sesal Gede. Mia pernah menyebut dalam sidang tuntutan Mas Bechi sebelumnya pada Senin, 10 Oktober 2022 bahwa selama persidangan, tidak ada hal-hal yang meringankan. Baik dari proses awal pemeriksaan terdakwa, saksi-saksi yang diperoleh, bukti surat, maupun keterangan para ahli. “Semua sudah dibuktikan tim penuntut umum dengan mengupayakan bagaimana melaksanakan tuntutan ini karena hati nurani dan atas nama Undang-undang,” kata Mia. (Aisyah Amira Wakang)