SURABAYA, HARIAN DISWAY - Kasus tindak pidana yang melibatkan pelajar SMA cukup sering terdengar. Tidak semuanya harus diselesaikan di pengadilan. Banyak kasus yang seharusnya bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Untuk mewujudkan hal itu didirikan rumah restorative justice di SMA, SMK, dan SLB di Jatim.
Rumah keadilan itu bisa menyelesaikan kasus-kasus pidana pelajar melalui mediasi. Dengan melibatkan, guru, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan polisi. Tanpa harus berurusan dengan hukum. Inisiator rumah restorative justice itu adalah Kepala Kejaksaan Tinggi Jatim Mia Amiati.
Rabu, 1 Maret 2023, dilakukan peresmian di SMKN 5 Surabaya. Selain dihadiri Kajati Jatim juga hadir Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan Kapolda Jatim Toni Harmanto.
Kajati Jatim Mia Amiati mengatakan, tujuan utama didirikan rumah restorasi justice sekolah (RRJS) adalah memulihkan keadaan kembali seperti semula. Khususnya pemulihan dan pemenuhan hak-hak korban.
Tentunya, ada persyaratan khusus untuk mendapatkan restorative justice. Tidak semua tindak pidana mendapatkan hak restorative justice. Syaratnya pelaku bukan sebagai residivis. Serta ancaman pidananya tidak lebih dari lima tahun.
Contoh tindak pidana yang tidak mendapatkan hak restorative justice adalah yang masuk kategori extraordinary crime. Seperti: pencabulan, maupun kekerasan seksual terhadap peserta didik. Juga tawuran yang mengakibatkan terjadinya cacat atau kehilangan nyawa.
“Harapan kami, ada proses pembelajaran bagi semua peserta didik. Khususnya orang tua murid. Apabila ada hal hal yang memang masih bisa dibicarakan, kenapa harus diproses secara hukum. Nanti akan berdampak kepada anaknya sendiri,” kata alumnus Magister Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) itu.
Saat ini, Kejati Jatim telah mendirikan rumah RJ sebanyak 949 unit. Di antaranya, 630 rumah RJ di lingkungan sekolah, empat rumah RJ di lingkungan Kampus, dan 319 rumah RJ di lingkungan desa dan kecamatan.
Kapolda Jatim Irjen Pol Toni Harmanto menambahkan, pada intinya restorative justice adalah proses penyelesaian masalah di luar pengadilan. Namun tetap dengan klasifikasi kasus kasus tertentu, antara lain ancaman hukumannya di bawah lima tahun.
"Contohnya kasus pelecehan seksual, itu tidak masuk kategori yang di RRJS kan. Ini yang juga menjadi ruang di sana yang akhirnya juga bisa menekan angka kejahatan kita," tuturnya.
Angka kriminalitas atau kejahatan di Jawa Timur termasuk tertinggi kedua secara nasional. Karena itu, melalui RRJS ini dapat menjadi filter untuk kasus-kasus tertentu.
“Kami memiliki konsep kerjas ama Oemah Rembug. Di unit PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak). Ini sebagai salah satu bentuk kolaborasi antara kejaksaan, Kepolisian dan juga kebijakan Gubernur,” ungkap jenderal polisi bintang dua itu.
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa yang juga hadir menginginkan RRJS ini nantinya tidak hanya didirikan di tingkat SMA dan sederajat. Dia ingin RRJS ini dibentuk di tingkatan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP)
“Tadi saya menyampaikan trafficking in children di SMP. Itu akan menjadi bagian dari proses pentingnya melakukan filterisasi pada rumah restorative justice ini,” ucap Khofifah usai meninjau RRJS di SMK Negeri 5 Surabaya. (*)