Arsitektur Tionghoa memang khas. Dan kekhasan itu tidak hanya dijumpai di istana-istana kaum berpunya di masa silam. Warga Tionghoa kebanyakan—seringkali dalam keterbatasan—juga tetap mempertahankan warisan arsitektural tersebut.
Series Jejak Naga Utara Jawa (37) : Mencari Gairah di Bangunan Tua
Jumat 10-03-2023,16:36 WIB
Editor : Doan Widhiandono
RUMAH Herwanto Siswadi hanya sepelemparan batu dari Wihara (Vihara) Dharma Rakhita.
Atau, sebenarnya batu itu tidak perlu dilempar?
Mungkin ’’sepenggelindingan’’ batu?
Atau ’’sepenyentilan’’ batu?
Memang, kediaman Herwanto itu mepet dengan wihara yang juga dikenal sebagai Kelenteng Jamblang tersebut. Itulah kelenteng bersejarah di Kecamatan Jamblang, Kabupaten Cirebon. Kelenteng yang sisi kesejarahannya sedang diupayakan menjadi gairah hidup kawasan Pecinan Jamblang.
Gairah hidup itulah yang nyaris tak terlihat saat tim ekspedisi Jejak Naga Utara Jawa tiba di Pecinan Jamblang, 16 Januari 2023. Sepi sekali. Mungkin karena Senin. Semua orang bekerja.
Mungkin pula karena kelenteng itu terletak di sebuah gang sempit—Gang Niaga 1—yang lebarnya hanya pas untuk satu mobil. Sehingga riuh kendaraan di Jalan Raya Jamblang, yang dulu menjadi ruas utama Pantura sebelum Tol Trans Jawa, menjadi teredam.
BACA JUGA : Keluarga Pelestari Budaya
Nuansa hening itulah yang menemani kami memasuki Kelenteng Jamblang. Tak tampak lalu lalang umat yang beribadah. Meski tak sampai sepekan kemudian sudah masuk Tahun Baru Imlek.
Penjaga kelenteng menyarankan kami untuk langsung mewawancarai Herwanto. Dan kami tidak menunggu kemunculan Herwanto terlalu lama. Karena ya itu tadi, rumahnya hanya sepenyentilan batu…
Selama beberapa saat, Herwanto mengajak kami menelusuri relung-relung kelenteng. Dan memang, kelenteng ini punya sejarah yang begitu panjang. Diperkirakan sudah ada sejak abad ke-15. Tetapi, tunggu dulu, nanti kami cerita di seri-seri berikutnya.
Keluar dari kelenteng, Herwanto memandu kami ke rumahnya yang terletak persis di sisi selatan tempat ibadah itu. Mepet. Sama-sama menghadap ke barat.
’’Ya begini. Sepi,’’ ucap lelaki berkacamata itu sembari bersicepat melangkah. Kalimatnya terasa menjadi paradoks. Sebab, kawasan itu sedang di-branding sebagai bagian dari Desa Wisata Jamblang. Dan di beberapa sudut tempat itu tampak peta wisata yang dibuat oleh Universitas Kristen Maranatha Bandung.
Di peta itu ada objek-objek khas untuk tujuan turis. Mulai kelenteng itu sendiri, beberapa rumah warga, gedung pertemuan, gedung olah raga, gereja, masjid, sampai rumah makan swike. Rumah Herwanto ada di nomor tiga pada peta tersebut.
Rumah itu bersahaja. Tidak tampak ukiran-ukiran klasik seperti pada gedung-gedung tua yang pernah kami kunjungi selama ekspedisi. Atapnya pelana. Biasa. Tidak memakai bubungan melengkung dengan ekor bercabang dua.
Atap terasnya juga disangga tiang kayu telanjang. Juga tanpa ukiran rumit. Bagian atas tiang itu terhubung dengan rangkaian kayu yang membentuk sistem kuda-kuda untuk menopang atap.
Pintu dan jendela rumah berwarna biru kehijauan. Di pintu itu masih ada sisa galur motif geometris yang mulai pudar warnanya. Di atas ambangnya ada ba gua, bangun segi delapan yang dipercaya bisa menangkal marabahaya bagi penghuni rumah.
Satu kesan yang tidak bisa luput dari rumah itu adalah: tua.
Berapa usianya? Herwanto menunjuk salah satu ubin terakota di teras. Ada ukiran di situ: 1905. Artinya, rumah itu berusia 118 tahun. Bisa jadi lebih.
Herwanto Siswadi menunjukkan jendela unik di sayap utara rumahnya.-Doan Widhiandono-Harian Disway-
Dan tidak banyak renovasi untuk memoles wajah rumah itu. Temboknya bopeng. Cat mengelupas di sana-sini. Atap teras sisi utara tampak reyot. Bentangan kayunya sudah lapuk.
Rumah Herwanto sejatinya menyimpan potensi besar untuk jadi tempat wisata. Bangunannya klasik. Masih asli. Juga besar. Luas rumah dan tanahnya sekitar 2.200 meter persegi. Tak heran ia dimasukkan di dalam peta Desa Wisata Jamblang.
Yang tidak tergambar di peta, barangkali, adalah detail-detail unik yang melingkupi rumah Herwanto dan bangunan lain di kawasan itu. (*)
*) Tim Harian Disway: Doan Widhiandono, Retna Christa, Yulian Ibra, Tira Mada.
SERI BERIKUTNYA: Tingkap Unik dan Gerendel Antik
Kategori :