Series Jejak Naga Utara Jawa (76) : Harta Karun Peranakan di Tengah Pasar Lama

Series Jejak Naga Utara Jawa (76) : Harta Karun Peranakan  di Tengah Pasar Lama

BERAGAM benda dan artefak peninggalan warga Tionghoa di masa lampau, termasuk guci, perabot, alat makan, dan garmen, tersimpan rapi di lantai Museum Benteng Heritage.-Udaya Halim untuk Harian Disway-

Bicara soal mereka yang mau bersusah payah melestarikan budaya, kita harus berkenalan dengan Udaya Halim. Seorang pria yang sangat mencintai Indonesia dan akar budayanya, Tionghoa. Sebagai bukti, ia mendirikan Museum Benteng Heritage di Tangerang. 

SEJAK mempersiapkan ekspedisi Jejak Naga Utara Jawa, kami sudah sangat tertarik dengan daerah Cina Benteng di Tangerang. Sebuah kawasan yang disebut-sebut sebagai salah satu penjaga aset budaya peranakan terbesar. Katanya, di sana, tata cara pernikahannya yang memadukan unsur Tionghoa dan Betawi pun masih dilestarikan. Yang bahkan di Tiongkok sana tidak ada. 

Maka, Sabtu siang, 14 Januari 2023, tim ekspedisi mendatangi kawasan tersebut. Lokasinya di Pasar Lama Tangerang. Tak jauh dari stasiun kereta. Sepekan menjelang Imlek, pasar itu sangat ramai. Kios-kios menjual pernik-pernik Imlek. Mulai buah-buahan sampai kue tradisional. Juga dekorasi rumah. Sedangkan toko-toko baju menggantung ceongsam merah bermacam ukuran.  

Kami menjelajahi gang-gang kumuh di samping pasar. Demi mencari Museum Benteng Heritage. Atau yang oleh warga setempat disebut Museum Cina Benteng. Dan di antara kios-kios yang dagangannya meluber memenuhi separo jalan itu, museum itu luput dari pandangan. 
 

Kalau Anda mengira museum itu menempati kompleks khusus yang berhalaman luas, dengan bangunan megah dan papan nama mewah, jelas museum itu akan terlewatkan. 

Sebab, bangunannya terlihat seperti rumah biasa. Dengan pagar besi setinggi semeter, dan sebuah teras sempit. Separo teras bahkan tertutup pintu kayu berpanel yang dicat hitam. Siang itu, sebuah mobil boks terparkir di depan pintu kayu tersebut. Wajar kan, kalau kami tidak ngeh

Sepetak prasasti di dinding bertulisan ’’Benteng Heritage, The Pearl of Tangerang,’’ membuktikan bahwa itu bukan rumah biasa. Nama Udaya Halim, sang founder, terukir di sana. 

Setelah melewati pintu kayu tua yang dijaga sepasang Kilin, kami tiba di semacam lobi. Ada beberapa set meja kursi dari kayu jati yang dipelitur mengkilap. Lantainya terakota. Sementara dindingnya dipenuhi foto-foto Batavia—terutama kawasan Benteng—zaman dulu, pepatah Tiongkok, piagam penghargaan, dan papan informasi. Rupanya, itu ruang tunggu. 

Di dinding yang memisahkan lobi dengan ruang belakang, terdapat jendela kecil berbentuk persegi panjang. Berfungsi sebagai loket tiket sekaligus informasi. Tiket masuk Rp 20 ribu per orang. Sudah lengkap dengan jasa guide. ’’Koleksi ada di lantai dua. Silakan masuk lewat pintu samping. Tapi lepas sepatu dulu sebelum naik tangga,’’ kata seorang pria di balik loket.
 

LOBI SEDERHANA namun ditata artistik menyambut pengunjung museum.-Udaya Halim untuk Harian Disway-

Waktu kami naik, tur sudah mulai. Guide sedang menceritakan pendaratan Laksamana Cheng Ho di Nusantara. Beberapa barang peninggalannya yang masih tersisa ada di museum tersebut. Misalnya guci, perlengkapan makan dari keramik, alat musik, alat masak, hingga benda-benda pertukangan. Koleksi itu ditata dalam etalase dan lemari-lemari antik. 

Terdapat pula bermacam pakaian yang dibawa pedagang-pedagang Tiongkok. Salah satu yang menarik adalah koleksi sepatu berukuran mungil. Seperti sepatu anak-anak. Padahal, alas kaki itu dipakai gadis muda dan perempuan dewasa Tionghoa. 

’’Itu ukuran asli. Memang ukuran kaki mereka sekecil itu,’’ kata Martin, guide kami siang itu. ’’Zaman dulu, kaki kecil itu jadi standar kecantikan perempuan Tionghoa. Maka sejak bayi, kaki mereka diikat kuat agar tidak berkembang,’’ jelasnya. Tradisi kejam itu baru dihapus pada 1911. 

Terdapat pula kamera-kamera tua, alat pemutar musik dari abad ke-19, serta mainan-mainan Tionghoa. Di salah satu bagian, ada segmen khusus yang didedikasikan pada masyarakat Cina Benteng. Termasuk baju-baju adat untuk pernikahan dan ranjang kuno berupa four poster bed kayu jati yang dihias kelambu. Martin memutarkan video pernikahan adat Cina Benteng.  
 

VOID yang berada di tengah-tengah Museum Benteng Heritage, Tangerang, yang dihiasi relief cerita Three Kingdoms. Ukirannya yang mendetail menjadi harta karun terindah yang direstorasi Udaya Halim.-Udaya Halim untuk Harian Disway-

Namun, koleksi yang paling berharga—barangkali—adalah rumah itu sendiri. Di bagian tengah rumah itu terdapat void yang menjulang. Pinggirannya dihiasi relief sangat rumit yang menggambarkan kisah Three Kingdoms atau Tiga Kerajaan. 

Ukiran relief itu sangat mendetail. Sosok tokoh-tokohnya, busana, senjata, hingga ekspresi wajah mereka tergambar sangat jelas. Bahkan janggut di wajah mereka tampak helai-helainya. Benar-benar sebuah mahakarya tinggi yang tersembunyi di dalam rumah tua di tengah pasar Tangerang.  

Karena penasaran, kami menghubungi Udaya Halim. Ia banyak berada di Perth, Australia. Sesekali pulang ke Indonesia. Maka, kami berbincang melalui Zoom pada Rabu, 5 April 2023. Dan mengalirlah cerita luar biasa tentang upaya melestarikan salah satu pusaka peranakan di kawasan Benteng… (*)
 
*) Tim Harian Disway: Doan Widhiandono, Retna Christa, Yulian Ibra, Tira Mada.
 
 
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: