Series Jejak Naga Utara Jawa (45) : Kadipaten Kecil yang Go International

Rabu 22-03-2023,13:52 WIB
Reporter : Tim Harian Disway *)
Editor : Doan Widhiandono

Sumenep memang bukan kerajaan besar. Ia setingkat kadipaten, tunduk di bawah kerajaan yang lebih besar. Namun, meski ’’terpencil’’ di sisi timur Pulau Madura, Kadipaten Sumenep bisa melintasi batas-batas mancanegara.

 
KOLEKSI kesejarahan Sumenep tersimpan di dua tempat. Yang pertama ada di Museum Keraton Sumenep. Yang lain ada di dalam kompleks keraton, tepatnya di sebelah barat Pendapa Agung.

Tim ekspedisi Jejak Naga Utara Jawa mengunjungi museum itu pada Rabu, 1 Februari 2023. Itu sebelum kami memasuki kompleks keraton. 
 
BACA JUGA : Rasa Tionghoa di Lengkung-lengkungnya
 
Adalah Muhammad Erfandi, Kepala UPTD Museum Keraton Sumenep, yang menyambut kami. Ia menunjukkan sejumlah koleksi museum sembari sedikit-sedikit menjelaskan.

Salah satu koleksi andalan museum itu, kata Erfandi, adalah Alquran raksasa. Panjangnya 4 meter dan lebarnya 3 meter. Ditulis tangan. Bukan barang kuno karena baru ditulis pada 2005. ’’Waktu itu, Madura jadi tuan rumah MTQ nasional,’’ papar pria berkumis tersebut.

Kitab suci itu dipajang pada sebuah meja bertutup kaca. Rapat. Terbuka pada salah satu halamannya. ’’Biasanya, pengunjung kagum karena ini bukan cetakan. Asli tulisan tangan,’’ ucapnya.

Museum itu juga memajang kereta kerajaan. Nama keretanya: My Lord. Orang-orang Sumenep menyebutnya sebagai kereta Melor. Mungkin karena lidahnya sulit mengucapkan my lord.

Kereta itu beroda empat. Bagian penumpangnya tertutup dengan pintu kayu dan jendela kaca. Ada lambang kerajaan Sumenep di pintunya. ’’Tetapi, ini replika,’’ kata Erfandi.

Pada papan keterangan di dekatnya tertulis bahwa kereta itu adalah hadiah dari Inggris kepada Sultan Pakunataningrat. Sang sultan dinilai berjasa karena bisa menerjemahkan naskah bahasa Sansekerta ke dalam bahasa Melayu dan Inggris.

Di situ juga tertulis bahwa yang menghadiahkan kereta itu adalah Raja Raffles. Ini rasanya catatan yang kurang akurat. Sebab, Sultan Pakunataningrat memerintah pada 1811-1855. Sedangkan yang memerintah Inggris ketika itu adalah George III, George IV, William IV, dan Victoria. 

Tampaknya, Raffles yang dimaksud adalah Thomas Stamford Rafless, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, yang memerintah pada 1811-1816. Sezaman dengan Sultan Pakunataningrat.
 

Lambang Kerajaan Sumenep dari ukiran kayu yang ada di Museum Keraton Sumenep.-Boy Slamet-Harian Disway-

Kesan bahwa Sumenep adalah kadipaten yang modern juga tampak pada lambang kerajaan pada masa itu. Ukiran kayu lambang kerajaan yang ada di museum menunjukkan sebentuk perisai. Ada gambar orang membawa pedang di tengahnya. Perisai itu diapit sepasang binatang mitologis. Naga dan Pegasus (kuda terbang). Semuanya bergaya Eropa.

Di puncak perisai ada mahkota yang juga khas raja-raja Eropa. Komplet dengan Maltese cross, salib bergaya Malta yang bangun dasarnya adalah persegi.

Kini, yang tersisa sebagai lambang Kabupaten Sumenep adalah bentuk perisai dan kuda terbangnya. Yang dipercaya sebagai salah satu tunggangan Joko Tole, raja Sumenep ke-13 yang memerintah pada 1415-1460.

Hari itu, Erfandi mengantar kami ke dalam keraton. Menunjukkan koleksi yang lebih komplet di dalam kompleks kediaman para pemimpin Sumenep tersebut.
 

Piring keramik berbentuk ikan dari Tiongkok yang menjadi koleksi Museum Keraton Sumenep.-Boy Slamet-Harian Disway-

Dan sekali lagi, tampaklah bahwa Sumenep memang kerajaan kecil yang disegani. Ia sudah menjalin hubungan dengan banyak negara sejak dulu. Koleksi-koleksinya melintas batas negara. Misalnya, seperangkat alat rias dari porselen. Kemudian peralatan makan dari Tiongkok yang berumur lebih dari 200 tahun. Porselin itu halus dengan motif binatang dan tumbuhan berwarna biru. Sangat mewah pada zamannya.
 
Koleksi itu menunjukkan bahwa keluarga keraton Sumenep memang punya cita rasa tinggi. Mereka bisa memanfaatkan koneksi dengan negara-negara lain untuk mengumpulkan berbagai benda nyeni. Selaras dengan atmosfer bangunan keraton yang memang paduan dari banyak unsur budaya: Madura, Jawa, Eropa, Arab, dan Tionghoa. (*)
 
*) Tim Harian Disway: Doan Widhiandono, Retna Christa, Annisa Salsabila, Boy Slamet.
 
SERI BERIKUTNYA : Rasa Tionghoa pada Canting dan Malam
Kategori :