SURABAYA, HARIAN DISWAY - Di bawah Jembatan Merah, di tengah ribut lalu lalang kendaraan, Sungai Mas mengalir tenang. Tepat di bantarannya, sekelompok orang berkumpul dan bercengkrama.
Mereka adalah orang-orang pinggiran. Pemulung, pengamen, dan anak-anak jalanan. Di hadapan mereka, Maria Sulastri memberikan khotbah berisi pesan-pesan perdamaian dan jalan keselamatan.
Maria Sulastri adalah pendiri Rumah Doa Cinta Bangsa Gresik. Sulastri memimpin persekutuan doa yang diikuti anak jalanan dan pemulung.
BACA JUGA:Kematian Kristus yang Dinista Membawa Perdamaian Kekal
Setelah memberi khotbah tentang jalan keselamatan Maria, ia lantas membagikan beberapa makanan dan pakaian. Anak-anak jalanan itu menerima pemberian itu dengan senyum lebar.
Maria Sulastri mulai merintis Rumah Doa tersebut sejak 2002. Meski demikian, ia tak langsung memulai kegiatan doa bersama. “Untuk ibadahnya baru mulai 2010-an,” tambah Sulastri.
Maria mengatakan waktu 8 tahun ia gunakan untuk pembinaan melalui penyuluhan. “Pembinaan ini berisi nasehat-nasehat agar anak-anak kurang beruntung ini nggak mencuri. Supaya hidup mereka benar,” ucap Maria.
BACA JUGA:Reenaksi Proses Penyaliban Yesus Kristus: Yudas Iskariot Jual Sang Guru Demi Sekantung Emas.
Malahan, persekutuan doa tersebut ada bukan hanya untuk anak-anak yang beragama Kristen. “Kegiatan kami lintas agama, pada dasarnya aku mendoakan. Mendoakan orang, ini kan muslim semua”, ucapnya sembari mengenalkan beberapa ibu yang berkerudung.
“Yang percaya Kristus mungkin sekitar 5 persen. Tapi aku sudah komitmen,” tambahnya. Maria juga tetap konsisten memberikan pelayanan meskipun rumahnya jauh. “Rumah saya Gresik, tapi walaupu cuman 2 orang masih saya layani,” tuturnya.
BACA JUGA:Biaya Haji Jamaah Embarkasi Surabaya Hampir 60 Juta, Termahal di Indonesia
Selain di Jembatan Merah, kegiatan pembinaan rohani ini juga ia lakukan di daerah sekitar rumahnya. “Karena aku di Gresik punya Rumah Doa Cinta Bangsa, lintas agama juga”, tutur Maria.
Maria memiliki alasan yang kuat untuk selalu menebarkan kebaikan. Ia tak pernah membeda-bedakan siapapun. Dalam ajaran agamanya, kebaikan harus dibagikan ke semua orang. Tak peduli agamanya.
“Soalnya di Alkitab ini dari Kejadian sampai Wahyu, nggak ada orang Muslim, orang Budha, orang Hindu. Hanya Tuhan Yesus mengajarkan kebaikan.”
Persekutuan doa saat ini biasanya diikuti sekitar sepuluh hingga lima belas keluarga. Pada masa awal-awal merintis, persekutuan doa ini hanya diikuti segelintir orang. “awalnya hanya 2 keluarga,” tuturnya.