CIPTA Ciputra Harun, cucu konglomerat Ciputra, juga hadir sebagai pembicara dalam seminar tentang Konstitusi Keluarga yang dihelat di Grand Hyatt Jakarta pada Jumat, 12 Mei, kemarin.
Dalam kesempatan itu, Cipta menceritakan bagaimana dirinya dididik untuk tidak manja oleh keluarganya.
Pernah suatu ketika, kata Cipta, ia ditugaskan ikut mengelola real estate grup Ciputra yang di Makassar. Di situ, ia hanya digaji Rp2,5 juta sebulan dan harus cukup untuk hidup.
BACA JUGA:Cheng Yu Pilihan Pengusaha Kopi Ahmad Muhlisin: Xue Li Song Tan
Tentu Cipta harus mengencangkan ikat pinggang. Sebab, pun utuk makan dan tempat tinggal, upah segitu jelas sangatlah mepet bin pas-pasan.
Maka Cipta memilih untuk tidak sewa rumah, melainkan ngekos seperti karyawan biasa.
Padahal, Cipta bisa-bisa saja meminta macam-macam privilege. Toh, kakeknya pemilik perusahaan tempatnya bekerja.
Tapi, mungkin Cipta memang tidak mau diistimewakan. Dan keluarganya juga ogah mengistimewakan. Semuanya dipukul rata. Mau kaya, ya harus kerja. Ada prosesnya. Ada alurnya. Tidak boleh ada yang ujug-ujug jadi bos tanpa melalui jalan yang berliku dan berjenjang. Step by step dari level paling bawah.
Barangkali dengan itulah, keluarga Ciputra mengajarkan Cipta bahwa perusahaan yang baik, mesti dikelola secara meritokrasi. Bukan berdasarkan genealogi.
Dan betul, jabatan marketing manager Ciputra Group yang diemban Cipta sejak 2015 lalu, bukanlah didapat lantaran ia keturunannya Ciputra. Tetapi diraih berkat kerja keras bertahun-tahun lamanya.
Maka benar apa yang ditegaskan Shangshu (尚书), salah satu dari lima kitab agung konfusianisme, "满招损, 谦受益" (mǎn zhāo sǔn, qiān shòu yì): takabur merugikan, tawaduk menguntungkan. (*)