TRENGGALEK, HARIAN DISWAY- Dengan buku di tangan, Sertu Purwanto mengajak beberapa lansia membaca. "Monggo, Bu Siti. Ini bacanya apa?," tanyanya. Perempuan sepuh itu mencoba mengeja, "I.. ni.. Bu.. Di. "Ini Budi". Leres nggih pak (betul ya pak)?," tanyanya.
Sertu Purwanto mengangguk lantas tersenyum dan menanggapi dengan santun. "Leres, ibu".
Beberapa lansia lain juga diajaknya membaca. Termasuk di antaranya penyandang disabilitas. Sertu Purwanto memang sangat peduli dengan pemberantasan buta huruf di lingkungan tempatnya bertugas. Yakni di Kelurahan Tamanan, Kecamatan/Kota Trenggalek.
Bahkan Sertu Purwanto menginisiasi berdirinya sekolah sederhana yang menjadi tempatnya mengajar. Sekolah itu ada di Dusun Cengkong, Kelurahan Tamanan.
Sertu Purwanto berpose di depan tempat belajar para lansia.-Boy Slamet-
Peserta didiknya rata-rata lansia dan disabilitas. Mereka diajak membaca dan menulis, karena baginya, belajar tak kenal usia. "Long live education. Saya ingin semua orang, minimal bisa membaca. Hal ini saya lakukan jauh, bahkan sebelum sekolah sederhana saya dibuka," katanya.
Ia menyebut bahwa metode mengajarnya dilakukan secara jemput bola dan forum. Jemput bola, Sertu Purwanto mendatangi tiap warga yang buta huruf ke rumah atau lingkungan pekerjaan mereka. Sedangkan forum, ia mengumpulkan orang-orang itu untuk belajar bersama di sekolah sederhana yang dibentuknya.
Ya, tim juri Harian Disway terpukau dengan kesungguhan dan ketelatenan Sertu Purwanto. Dalam dokumentasi yang dipaparkan, terlihat bahwa ia tak segan mendatangi rumah lansia atau para disabilitas. Bahkan mendatangi mereka di sawah, tempat mereka bekerja atau pun di jalanan.
Seperti Suparlan dan Tardi. Keduanya merupakan warga Dusun Cengkong yang bekerja sebagai tukang becak. Sertu Purwanto mendatangi mereka saat sedang ngaso atau beristirahat. Pada saat itu Purwanto mengajari mereka untuk baca-tulis.
"Ya, sekarang saya sudah bisa membaca. Kalau lihat televisi, ora mung nonton gambare thok. Tapi yo iso moco tulisane (tidak hanya melihat visualnya saja. Tapi juga bisa baca tulisannya," ungkap Tardi, lantas tersenyum.
Setelah sistem jemput bola, pada awal 2022, ia bekerja sama dengan Pak Muhadi, Ketua RT 12. "Beliau punya sedikit lahan yang bisa saya gunakan untuk membangun sekolah sederhana. Semua saya danai sendiri. Baik perlengkapan seperti laci, papan tulis, buku-buku, dan sebagainya," ungkap pria 41 tahun itu.
Kepedulian Sertu Purwanto rupanya mengundang apresiasi banyak pihak. Termasuk dari kelurahan dan kecamatan setempat. Mereka membantu operasional sekolah serta mendata warga yang masih buta huruf dan mendorong mereka untuk mengikuti kelas-kelas Sertu Purwanto.
"Pak Purwanto ini mutiara desa kami. Jika tak ada beliau, mungkin angka buta huruf di Trenggalek masih tinggi," ujar Wardi SE, Lurah Tamanan. Tingginya angka itu berbarengan dengan tingginya angka putus sekolah. Beratnya kondisi geografis setempat yang berbukit-bukit serta anggapan orang bahwa sekolah itu tak penting. Menurut mereka, ;ebih baik meladang untuk bekerja saja.
"Mengubah mindset itu yang butuh kerja keras. Saya yakinkan, bahwa meski sudah sepuh, mereka harus bisa baca-tulis. Supaya tidak mudah dicurangi orang. Supaya mereka memahami bahwa sampai kapan pun, ilmu itu bermanfaat," terangnya.
Bahkan, Sertu Purwanto merogoh kocek pribadinya untuk memberi hadiah pada siapa saja yang mau belajar. Baik berupa peralatan tulis maupun bantuan makanan. "Saya beramal dan beramal itu selalu mendatangkan rezeki. Insyaallah saya tidak pernah kekurangan. Selalu saya sisihkan untuk mereka," ujarnya.
Probo Darono Yakti, akademisi Unair mengapresiasi kepedulian Sertu Purwanto. "Beliau membantu pengentasan buta huruf. Apa yang dilakukannya merupakan kegiatan kemanusiaan yang mulia," ujarnya.