BALI, HARIAN DISWAY - Tiga barong berjajar di kediaman I Nyoman Artawa, seniman tari barong populer di Bali. Dua diantaranya adalah barong ketet. Yakni jenis piranti barong yang dimainkan dua orang. Satunya lagi, barong buntut, yang hanya ditarikan satu orang.
Barong ketet ditarikan dengan tujuan sakral. Biasanya dalam ritual dan upacara-upacara di pura. Sementara barng buntut biasanya ditarikan sebagai pertunjukan pada masyarakat umum.
Barong buntut itu usianya telah 70 tahun. Dibuat sejak 1953 dan dikenakan pertama kali oleh I Made Kerse, maestro seni Barong Bali yang meninggal pada 2002. Kerse merupakan ayah dari Artawa. Guru Besar STSI Denpasar yang dengan seni barongnya, melanglang buana keliling Eropa dan Asia.
BACA JUGA:Harga Tiket Indonesia vs Argentina, Termurah Rp600 ribu
BACA JUGA:Kapasitas SUGBK 77 Ribu, Tapi Indonesia vs Argentina Kok Cuma Dijual 60 Ribu Tiket?
Kemampuan menari barong diturunkan Kerse pada Artawa, juga pada cucunya, Wayan Suartawan. "Maka sudah tiga generasi penari barong dalam keluarga kami," ujar Artawa.
Saat berbincang dengan harian disway, Artawa didampingi puteranya, Suartawan. Mengenakan pakaian formal penari barong, lengkap dengan udeng Bali di kepalanya.
Sebelum berpulang, Kerse telah mendidik banyak penari barong, melalui wadah Sekaa Iringan Desa Buruan. "Jadi penari barong di Bali, terutama di desa kami, masih sangat banyak. Seni barong tetap lestari sampai saat ini karena keberhasilan kaderisasi," ujar Suartawan.
Keluarga mendiang Kerse bertempat tinggal di Gang Nakula nomor 12, Desa Buruan, Blahbatu, Bali. Pasca berpulangnya Kerse, banyak orang rindu dengan penari barong dengan kemampuan sekaliber Kerse. Artawa sebagai sang penerus terbilang berhasil. Kemampuan Artawa dianggap hampir menyamai Kerse.
BACA JUGA:Beribadah Haji di Tengah Cuaca Panas Ekstrim, Pahami Beberapa Resiko Kesehatan Bagi Jamaah Haji
BACA JUGA:Jamaah Haji Jangan Merokok Sembarangan, Ada Denda Menanti
Sang putera Suartawan juga menunjukkan potensi serupa, "Ayah mengajarkan saya tentang beragam teknik menari barong. Tak sekadar menari. Tapi bagaimana kita harus olah rasa, olah ekspresi dan cara menyalurkan vibrasi energi. Agar barong yang ditarikan dapat hidup," ujarnya.
Sampai sekarang, kata Artawa, jika menari barong ketet, dirinya berpartner dengan Suartawan. "Saya bagian punggal (kepala), Suartawan bagian ekor. Tapi karena usia, perlahan-lahan saya mulai mengurangi tampil menari barong. Tenaganya sudah tidak seperti dulu," sahut Artawa.
Pria 52 tahun itu menuturkan bahwa ia belajar menari barong pada ayahnya, Kerse, sejak 1988. Tiga generasi itu awalnya menari barong untuk kebutuhan sungsungan, atau upacara sakral. Barong sungsungan hanya boleh dimainkan ketika terdapat acara piodalan atau upacara-upacara khusus di pura.