Suatu siang Shandra mengemis di Grand Ferry Park di Williamsburg. Shandra nyaris menolak saat seorang pria kulit putih memberikan sebungkus makanan. ”No, thank you,” ujarnyi.
Pria itu tidak memaksa, ia pergi, memberikan makanan tersebut kepada pengemis lain. Lalu, Shandra mengejar pria itu, menceritakan pengalamannyi dengan cepat. Sambil jalan.
Pria bernama Eddy itu menyimak, sambil tetap jalan, lalu berkata, ”Oke. Kita ketemu di sini besok pagi.”
Shandra bengong. Mikir. Apakah pria itu mengabaikan atau apa? Dia mau tanya, apa maksud ketemu besok? Tapi, tak terucap. Soalnya, langkah pria bule itu terlalu cepat buat langkah Shandra.
Ya sudah. Esoknya, pukul 05.30, Shandra sudah mengemis di taman yang sama. Lebih pagi dari biasanya, sekitar pukul 09.00.
Menunggu Eddy. Yang datang pukul 11.00. Mengagetkan. Eddy membawa tiga pria. Dua berpakaian seragam FBI (Federal Bureau of Investigation), satunya lagi pria kekar berpakaian biasa, berjaket. Sekilas, ada pistol di balik jaket itu.
Shandra diajak naik mobil dinas FBI, yang ternyata diparkir tak jauh dari taman. Eddy malah tidak ikut. Mobil melaju ke apartemen Brooklyn, tempat penyekapan Shandra dan para wanita yang dijadikan pelacur.
Tiba di sana, anggota FBI memerintah Shandra tetap di mobil, jangan keluar jika tak diperintah, dan kunci pintu mobil. Tiga pria itu turun, jalan menuju pintu apartemen.
Shandra: ”Saya lihat para polisi itu dari kaca mobil. Jantung saya berdegup kencang. Saya berdoa sambil menangis. Saya takut, sangat takut. Seandainya para wanita di apartemen itu sudah tidak ada atau sedang dibawa ke hotel-hotel. Bagaimana jadinya? Saya bisa dihukum lantaran membohongi FBI.”
Polisi yang berpakaian preman mengetuk pintu apartemen. Pakaiannya memang seperti umumnya pelanggan. Berjaket, sepatu kets. Dua lainnya menyelinap pada jarak sekitar 10 meter, arah kiri dan kanan.
Pintu apartemen terbuka. Pembuka pintu adalah... Johnny. Hati Shandra plong. Dia ingin melonjak-lonjak.
Johnny dan polisi preman tampak dialog singkat. Sepertinya, polisi bertanya nama. Sontak, dalam dua-tiga detik, polisi mencekik Johnny. Sangat cepat. Memutar tubuh Johnny, dipepetkan ke dinding. Johnny langsung diborgol.
Dua polisi berseragam berlari, masuk apartemen. Sebelum masuk, mereka memberikan sinyal ke arah Shandra.
Shandra: ”Saya diberi sinyal oleh polisi agar keluar dari mobil, ikut mereka masuk apartemen. Saya tidak takut. Saya senang sekali. Saya tahu, kalau Johnny ada, pasti teman-teman saya pelacur di sana juga.”
Dilanjut: ”Di dalam, saya disuruh menunjukkan kamar-kamar tempat penyekapan. Sebab, apartemen itu juga dihuni warga biasa, bukan germo, bukan pelacur. Maka, saya tuding kamar-kamar itu.”
Ada puluhan pelacur paksaan. Mereka dikumpulkan polisi. Juga, belasan bodyguard, termasuk Johnny. Seketika mobil-mobil polisi berdatangan. Memenuhi halaman apartemen. Mengangkut mereka ke kantor polisi.