”Saya mohon maaf kepada masyarakat Bali. Apa yang saya lakukan merusak citra pariwisata.”
Kabidhumas Polda Bali Kombes Stefanus Satake Bayu Setianto kepada wartawan membenarkan adanya kejadian tersebut.
”Tim kami mendapati informasi bahwa diduga pelaku berada di sekitar Padang Linjong. Kemudian, tim berhasil menemukan terduga pelaku, kemudian mengamankan dan membawa ke Polsek Kuta Utara untuk dimintai keterangan lebih lanjut.”
Kadek hanya diberi pengarahan polisi. Itu setelah ia menyatakan minta maaf melalui video. Kadek berjanji ke polisi, tidak akan melakukan hal serupa. Sebab, itu merusak citra pariwisata Bali di mata turis asing.
Wartawan mengonfirmasi ke Bendesa Adat Canggu Wayan Suarsana tentang pernyataan Kadek. Ternyata, Wayan Suarsana mengatakan, tidak ada aturan yang melarang turis di wilayah Canggu menggunakan ojek dan taksi online. Bahkan, desa adat belum pernah menaungi jasa angkutan transportasi tertentu di situ.
Wayan Suarsana: ”Kalau angkutan sampah, ya… ada aturannya. Kalau ini (aturan angkutan umum/sewa) belum ada aturan.”
Masalah kecil itu ditanggapi Gubernur Bali Wayan Koster. Kepada wartawan, Wayan mengatakan, belum ada aturan terkait operasional taksi online dan taksi pangkalan.
Wayan Koster: ”Tapi, ojek atau taksi online tidak dapat seenaknya melayani penumpang di seluruh jalanan di Bali. Harus ada wilayah tertentu yang didominasi oleh ojek atau mobil taksi pangkalan, untuk memberdayakan masyarakat setempat.”
Dilanjut: ”Saya minta dinas perhubungan mengatur itu.”
Kepala Dinas Perhubungan Bali Samsi Gunarta saat dikonfirmasi wartawan soal itu menyatakan, tidak ada larangan bagi angkutan berbasis aplikasi atau ojek/taksi online untuk beroperasi atau melintas di wilayah yang ada angkutan sewa pangkalan.
Samsi Gunarta: ”Kalau sopir ojek atau taksi online memasuki daerah (wilayah operasional) ojek pangkalan, ya… yang online diwajibkan untuk bekerja sama dengan sopir ojek atau taksi pangkalan.”
Peraturan Gubernur No 40 Tahun 2019 menyebutkan, perusahaan penyedia aplikasi angkutan di Bali wajib menerapkan pembatasan operasi dengan menerapkan geofencing bagi penggunaan aplikasi pada wilayah tertentu, di mana tersedia pangkalan berizin sesuai dengan aturan.
Maka, ojek atau taksi pangkalan harus berizin. Jika tidak, ilegal. Buat ojek atau taksi pangkalan yang berizin, jika berbenturan (sama-sama dapat penumpang) dengan ojek atau taksi online, diharapkan bekerja sama.
Tidak diperinci bentuk kerja sama antara sopir ojek atau taksi online dan pangkalan. Apakah mereka mengangkut penumpang secara bersama-sama? Ataukah sopir online memberikan uang kepada sopir pangkalan karena sopir online mengambil penumpang di wilayah sopir pangkalan?
Aturan itu absurd. Maksud aturan itu mungkin begini: ”Ya… aturlah di antara kalian. Salah satu mengalahlah…”
Sebaliknya, semua orang, termasuk sopir, butuh kepastian hukum. Kepastian: boleh atau tidak mengangkut penumpang?