Selain aturan itu abstrak, pernyataan Wayan Koster seolah-olah ojek atau taksi online bukan pemberdayaan masyarakat. Sebaliknya, melindungi ojek atau taksi pangkalan adalah memberdayakan masyarakat.
Semua orang tahu, ojek atau taksi online terkait sistem berbasis teknologi informatika. Dengan begitu, identitas pengemudi tercatat jelas. Penumpang aman. Juga, kualitas kendaraan diatur untuk keamanan dan kenyamanan penumpang.
Konflik antara ojek atau taksi online versus ojek atau taksi pangkalan di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya sudah selesai sejak lima tahun lalu. Online sudah menang mengalahkan pangkalan. Seiring perkembangan teknologi.
Sopir ojek atau taksi pangkalan tidak bisa jadi sopir ojek atau taksi online. Sebab, mereka tidak memenuhi syarat yang ditentukan pengelola online. Antara lain, tidak punya SIM. Usia kendaraan yang sudah tua membuat penumpang tidak aman dan nyaman. Juga, sopir pangkalan ogah online karena gaptek.
Betapa pun, pernyataan Wayan Koster itu bagus. Sebagai upaya melestarikan model konvensional. Meskipun, mereka berada di Bali yang banyak dikunjungi turis internasional. (*)