KALAU merujuk pepatah Tiongkok klasik, "好事多磨" (hǎo shì duō mó): sesuatu yang luar biasa, dihasilkan dari tempaan yang bertubi-tubi.
Berarti, memang tidak ada yang mudah. Kita mungkin terbiasa melihat hasil gemilang yang diraih seseorang, tanpa tahu betapa menguras fisik dan psikologisnya proses jatuh bangun yang ia lalui untuk menggapai itu semua. Barangkali inilah mengapa kita mudah mengentengkan dan berekspektasi terlalu tinggi terhadap orang lain.
Hassan Wirajuda pernah mengalami hal tersebut. Dulu, tatkala menjadi juru runding utama Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), ia menceritakan banyak yang tidak sabar karena penyelesaian dengan dialog dirasa memakan waktu yang terlampau panjang.
"Tapi saya jawab dengan ungkapan Tiongkok, 'A journey of a thousand miles begins with a single step'," kata Hassan, yang menteri luar negeri Indonesia periode 2001-2009, ketika bertelepon lewat WA, Senin (24/7) siang kemarin.
Yang dikutip Hassan adalah pernyataan Lao Tzu, filsuf pendiri Taoisme. Dalam bab 64 kitab Tao Te Ching (道德经) yang berisi pemikiran-pemikirannya, Lao Tzu menyatakan, "千里之行,始于足下" (qiān lǐ zhī xíng, shǐ yú zú xià): perjalanan ribuan mil, dimulai dengan satu langkah kaki. Cheng yu atau pepatah Tiongkok ini sesuai dengan prinsip Hassan.
Tak ada yang instan. Sebab, menurut Lao Tzu dalam kitab dan bab yang sama, "合抱之木,生于毫末;九层之台,起于垒土" (hé bào zhī mù, shēng yú háo mò; jiǔ céng zhī tái, qǐ yú lěi tǔ): pohon yang besar tumbuh dari tunas yang kecil; gedung sembilan tingkat bermula dari setumpuk tanah.
BACA JUGA:Cheng Yu Pilihan Dokter Bedah RS Mount Elizabeth Singapura dr Tan Wee Boon: Jie Cao Xian Huan
Terbukti, berkat usaha gigih Hassan, pemerintah Indonesia dan GAM sepakat menandatangani nota kesepakatan damai.
Kini, setelah malang melintang di dunia diplomasi dan politik internasional dengan capaian-capaian yang membanggakan, Hassan disibukkan dengan karier barunya sebagai pendidik. Ia sekarang menjadi dekan di Sekolah Hukum dan Studi Internasional Universitas Prasetiya Mulya, BSD, Tanggerang. Ia ingin mendidik putra-putri Indonesia yang nasionalis namun sekaligus berwawasan global.
Maju dan sehat selalu, Pak Hassan! (*)