LISBON, HARIAN DISWAY – World Youth Day tahun ini disambut suka cita dan antusias oleh dunia. Ratusan ribu peziarah muda dari 146 negara di dunia ke Lisbon, Portugal. Tak terkecuali kelompok peziarah muda dari Liberia.
Perjalanan jauh tak menghentikan niat mereka. Empat negara mereka lalui sebelum tiba di Lisbon. Perjuangan mereka tidak main-main. Ribuan mil mereka tempuh. Dari wilayah negara Afrika Barat ke Eropa.
Ditambah, mereka harus merogoh kocek penerbangan dari Dakar, Senegal; ke Lisbon, Portugal, yang sangat besar. Menelan biaya lebih dari USD 1.000 atau sekitar lebih dari 16 juta rupiah per orang.
Kelompok kecil dari Liberia terdiri atas 10 orang. Delapan umat dan dua imam. Dan ini kali pertama mereka bepergian keluar dari Liberia.
BACA JUGA : World Youth Day, Paus Fransiskus Membawa Sukacita dan Harapan Baru bagi Warga Lisbon
BACA JUGA : World Youth Day: Paus Fransiskus Kecam Skandal Pelecehan Seksual di Gereja
Pastor Ernest Wisner menceritakan dengan detail halangan yang harus mereka lalui untuk sampai ke Lisbon. Menjurut Wisner, mukjizat Tuhan ditekankan di dalam alur perjalanan mereka.
Jika tidak ada mukjizat-Nya, mereka tidak bakal tiba di Lisbon. Sebab, masalah pengurusan visa dari Afrika Barat ke Lisbon sungguh merepotkan.
Faktanya, tidak ada kedutaan Portugal di Liberia. Mereka harus berkendara lebih dari 10 jam dari ibu kota Monrovia dan melintasi negara tetangga, Sierra Leone, untuk tiba di ibu kota Guinea. Selanjutnya, mereka naik pesawat ke Dakar, Senegal.
Perjalanan mereka belum usai. Mereka harus menunggu dua minggu di sana hanya untuk memperoleh visa. Barulah, mereka akhirnya bisa terbang ke Lisbon melalui Madrid, Spanyol.
Perjalanan yang sungguh melelahkan buat mereka. Tiada kata berhenti. Apalagi perjalanan mereka dibumbui kejadian dramatis. Dua orang umat sempat kehilangan paspor selama perjalanan dan harus dikeluarkan penggantian darurat.
Apa ada kata menyerah di pikiran mereka? Ada, mereka mengakuinya. Namun, ada Tuhan yang membuat mereka tidak menyerah untuk menggapai mimpi mereka. Mimpi semakin dekat dengan Tuhan.
Pastor Johnny-Clement Kombo, pemimpin kelompok Liberia, mengatakan, "Tuhan duduk di kursi belakang." Menyiratkan kehadiran Tuhan itu nyata. Mengawasi mereka apa mereka sanggup melewati ujian yang diberikan-Nya.
Hasilnya, perjuangan mereka membuahkan buah yang manis. Terbayar lunas. Mereka merasakan diri mereka sedang diperbarui dan diperkuat dalam iman mereka. Mereka semakin percaya Tuhan akan selalu bersama mereka pada akhirnya.
Pastor Ernest Wisner, yang telah menjadi romo selama tiga tahun, mengatakan, "Jika cermati apa yang kita lakukan saat ini, kita dapat mengadakan acara pemuda kita sendiri dan mengundang Paus." (Wehernius Irfon)