SURABAYA, HARIAN DISWAY – Lahir pada 26 September 1953 di Perak, Surabaya, Monsignor Vincentius Sutikno Wisaksono menempuh kehidupan yang menginspirasi.
Ia terlahir dengan nama Oei Tik Hauw. Anak kedua dari tiga bersaudara yang dibesarkan dalam nilai-nilai Katolik yang kuat. Ayahnya, mendiang Widiatmo Wisaksono, bekerja di PT PAL/Konatal. Ibunya, mendiang Ursula Mardiyanti, adalah seorang ibu rumah tangga yang juga menjaga spirit agama Katolik yang kuat. Pendidikannya dimulai di TKK St. Anna, Surabaya. Kemudian, pendidikan dasarnya ditempuh di SDK Santo Mikael, Perak, Surabaya. Di usia yang masih muda, Tik—sapaan karibnya—sudah merasakan panggilan rohani yang kuat. Ia sangat terinspirasi oleh Romo Herman Kock CM. BACA JUGA : In Memoriam Uskup Surabaya Mgr Vincentius Sutikno Wisaksnono, Mengenang Jiwa Penuh Semangat BACA JUGA : Mengenang Uskup Surabaya yang Bersahaja, Penyuka Mobil Taft Kebo BACA JUGA : Riwayat Sakit Uskup Surabaya Mgr Sutikno, Wafat Pada Usia 69 Tahun Saat Tik masih kecil, Romo Kock adalah salah satu pengurus Yayasan Yohanes Gabriel yang menaungi SDK Santo Mikael. Kini, yayasan itu masih berkembang. Salah satunya menjadi penaung Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS). Tik sering menemani Romo Kock dalam kunjungan ke rumah umat. Bahkan kerap ditugaskan untuk menjaga sepeda onthel Romo Kock yang sering hilang. Dibaptis kelas enam SD, Tik memilih nama Vincentius. Dari nama Santo Vincentius a Paulo. Santo dari Paris itu dikenal karena sifatnya yang sederhana, rendah hati, lembut, dan rela bermati raga atau bertirakat untuk menyelamatkan jiwa-jiwa.Uskup Bandung Antonius Bunjamin memegang wiruk atau dupa suci di depan peti jenazah Monsinyur Vincentius Sutikno Wisaksono.-Moch. Sahirol Layeli- Keputusan untuk melanjutkan pendidikan ke Seminari Garum terjadi saat Tik berusia tiga belas tahun. Orang tuanya mendukung sepenuhnya keputusan tersebut. Namun, hidup di seminari, sekolah calon imam Katolik itu, tidak selalu mudah. Tik mengalami pergulatan batin dan tantangan berat. Namun, bimbingan Romo K. Prent CM membantunya mengatasi rintangan tersebut. Pada tahun 1982, Tik ditahbiskan menjadi seorang imam oleh Mgr J. Klooster CM. Ia merayakan misa perdananya di Gereja Santo Mikael dan ditugaskan sebagai pastor pembina di Seminari Garum. Di seminari, Romo Tik mengajar Bahasa Latin dan Kitab Suci. BACA JUGA : Vecumfest The Spirit of Mission: Charity Concert & Expo Digelar di Surabaya Romo Tik tidak berhenti dalam pendidikan. Pada tahun 1988, ia mengejar gelar Master di bidang konseling di De La Salle University, Manila. Pada 1 April 2007, Romo Sutikno menerima panggilan luar biasa: Bapa Suci menunjuknya menjadi Uskup Keuskupan Surabaya setelah kursi uskup kosong selama tiga tahun. Romo Tik yang saat itu berada di Filipina mengira tawaran tersebut adalah lelucon April Mop. Namun, kenyataannya ia ditunjuk menjadi uskup, sebuah tanggung jawab besar yang dihadapinya dengan keteguhan hati. Pada 29 Juni 2007, Monsinyur Vincentius Sutikno Wisaksono ditahbiskan dalam upacara di Stadion Wijaya Kusuma, Perak, Surabaya. Di masa kepemimpinannya, Monsinyur Tik mewariskan beberapa berbagai karya penting. Salah satunya adalah pendirian Seminari Tinggi Providentia Dei Keuskupan Surabaya, tempat pelatihan rohani bagi para calon imam. Seminari itu hadir di Sasana Krida Jatijejer, Trawas; dan di Kampus Pakuwon Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. Warisan pengabdian dan inspirasi yang ditinggalkannya akan terus dikenang oleh umat Katolik. (Nathan Gunawan)