Marwah, Kebangkitan Perupa Perempuan setelah 78 Tahun Indonesia Merdeka (1): Mengedepankan Dignity

Rabu 16-08-2023,13:17 WIB
Reporter : Anna Sungkar
Editor : Heti Palestina Yunani

HARIAN DISWAY - Dalam rangka peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-78, komunitas seni Art Pora dan Amuba menggelar pameran bertajuk  Marwah.  Diikuti 78 perempuan perupa. Berlangsung di Pos Bloc, Jakarta, pada 14-20 Agustus 2023. Apakah marwah itu?

 

Marwah adalah martabat, kehormatan, kemuliaan, gengsi, dan ketinggian derajat dari manusia. Ia ada karena prestasi yang dipupuk sejak dini, dan diperjuangkan untuk menjadi yang terbaik di dalam suatu bidang profesi atau pekerjaan. 

 

Namun, untuk mencapai itu, tidak semuanya mendapat kesempatan. Karena kesempatan sering kali terkait dengan nasib baik, dan keleluasaan akses untuk mendapatkan yang terbaik. 

 

Di samping faktor si manusianya sendiri – hal itu menyangkut ketekunan, kerajinan, keuletan, keaktifan, inisiatif, disiplin, daya tahan, dan kadang kala bawaan genetik juga menentukan. 

 

Perempuan mewakili setengah dari populasi dunia, maka ia harus mendapat kesempatan yang sama untuk mencapai marwah. Kesetaraan gender, selain menjadi hak asasi manusia yang mendasar, juga penting untuk mencapai masyarakat yang damai, mengembangkan potensi manusia yang utuh dan pembangunan berkelanjutan.
Suasana setelah opening pameran Marwah pada 14 Agustus. Pameran ini mengedepankan dignity atau harga diri sekaligus peran perempuan Indonesia dalam berkiprah di kehidupan. -Revoluta Syafri-

 

Selain itu, telah terbukti bahwa pemberdayaan perempuan memacu produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Karenanya, pameran ini ingin menunjukkan kepada dunia bahwa perempuan sama berprestasinya. Bahkan dapat melebihi pencapaiannya dibandingkan setengah warga bumi sisanya yang terdiri atas laki-laki.

 

Untuk itu pameran ini berusaha memilih dengan seksama perupa perempuan terbaik, sedapat mungkin, agar mission untuk menunjukkan yang terbaik, demi mendapatkan marwah, dapat tercapai. 

 

Dalam proses memilih, kami menentukan jumlah perupa. Pemilihan angka 78 karena dihubungkan dengan usia kemerdekaan Indonesia yang dirayakan pada bulan Agustus ini. Demikian pula dengan waktu berlangsungnya pameran.

 

Marwah adalah suatu pameran yang mengedepankan dignity atau harga diri sekaligus peran perempuan Indonesia dalam berkiprah di kehidupan ini. Ada 78 perempuan perupa yang akan ikut ambil bagian untuk menunjukkan bagaimana eksistensinya sebagai pribadi, anggota keluarga dan bagian dari masyarakat. 

 

Dalam mengejawantahkan ide-idenya perihal eksistensi tadi, mereka menggunakan dua pola dalam berkarya, yaitu figuratif dan abstrak. Kedua pattern ini akan ditampilkan dalam bentuk karya 2 dimensi dan 3 dimensi, yang berupa karya lukis, drawing, patung, dan instalasi.

 

Cara kurator memilih perupa yang tampil dalam pameran ini adalah dengan beberapa kombinasi pertimbangan, yaitu dengan memperhatikan beberapa hal. 

 

Seperti sepak terjangnya selama ini dalam kancah seni rupa Indonesia dan dunia, seperti seringnya muncul dalam perhelatan lokal dan internasional, aspek senioritas, sehingga mereka sesungguhnya sudah menjadi lagenda dalam sejarah senirupa Indonesia.

 

BACA JUGA: Marwah, Kebangkitan Perupa Perempuan setelah 78 Tahun Indonesia Merdeka (2): Harga Diri Perempuan

 

Selain itu karya-karyanya sudah banyak tersebar di public space, rumah-rumah kolektor, dan museum seni, kemunculannya yang menjadi tren pada galeri-galeri komersial dan pemberitaannya di media massa, ada aspek kebaruan dalam karya-karyanya, dan potensinya ke depan karena dalam usianya yang relatif muda sudah berkiprah dalam banyak pameran yang penting.

 

Sementara di dalam memilih karya-karya, kurator mengamati dengan seksama. Dalam hal karya-karya yang sudah dihasilkan sebelumnya, rancangan karya yang dimunculkan pada pameran ini, proses berkarya sejak awal sampai selesai, melalui tayangan gambar dan video, komunikasi dan konsultasi ketika karya dibuat.

 

Diharapkan pameran ini akan menghasilkan karya yang baik dan dapat tercatat sebagai perhelatan penting yang menonjolkan peran perempuan di tanah air.

 

Keseimbangan juga diperlukan dalam proses pemilihan agar tidak terjadi misleading dalam merepresentasikan semua elemen yang ada: pertimbangan senior-junior, media konvensional-media baru, jejak tradisi modern-kontemporer, dan keberagaman bentuk serta eksekusi.

 

BACA JUGA:Pameran Lukisan Di Antara Hujan, Maknai Ingatan Silam

 

Namun, intinya adalah kami ingin mendapatkan yang terbaik ketika memilih semua elemen yang hadir itu.

 

Mengapa keberagaman penting? Sebab kami memandang karya seni adalah sebuah teks. Sebagaimana layaknya sebuah teks, maka di dalamnya ada simbol-simbol yang harus ditafsirkan. Setiap simbol berbeda-beda sesuai dengan latar belakang dan visi perupanya.

 

Karenanya, di dalam karya rupa, kita sebaiknya mencari makna simbolik ketimbang makna semantik. Jika kita melihat sebuah lukisan atau objek seni, apa yang tergambar secara kasat mata, sebuah adegan, peristiwa, kejadian, di dalam suatu karya, seyogianya tidaklah dibaca secara semantik apa adanya. 

 

Namun, upaya menggali lebih dalam, lapis kedua, makna yang tersamar, sering kali lebih berarti dibanding melihat karya secara permukaan. Semakin banyak karya yang muncul -dalam hal ini ada 78- semakin beragam, maka akan muncul variasi yang kaya terhadap penggambaran atau refleksi kehidupan perempuan yang unik itu. 
Dalam mengejawantahkan ide-idenya perihal eksistensi, peserta pameran menggunakan dua pola dalam berkarya, yaitu figuratif dan abstrak. -Revoluta Syafri-

 

Paul Ricoeur mengatakan dalam bukunya The Symbolism of Evil, membaca teks adalah cara terbaik untuk memahami dunia. Tidak berlebihan kalau dikatakan ketika kita melihat sebuah karya rupa sebenarnya kita sedang membaca diri kita sendiri, dunia kita. Karya rupa yang baik adalah karya yang menawarkan sebuah dunia di mana kita seolah-olah ‘masuk’ di dalamnya. 

 

Kita melihat diri kita ada “di sana”, menjadi bagian dari dunia yang ditawarkan oleh karya tersebut.

 

Bagi pemirsa yang cocok dengan dunia tersebut, maka ia merasa terwakili, dan bahkan karya tersebut membawa inspirasi ke dalam dirinya, untuk hidup yang lebih baik.

 

Karenanya, banyak orang yang kemudian mengoleksi suatu karya rupa, bukan saja karena visualnya menarik, tapi ia merasakan bahwa karya itu “gue banget”, sehingga ia kemudian memindahkan karya itu ke dalam rumahnya sendiri. (Oleh: Anna Sungkar, kurator)

 

Indeks: Gambaran tentang realita dunia perempuan saat ini, baca selanjutnya…

Kategori :