Pameran Lukisan Di Antara Hujan, Maknai Ingatan Silam

Pameran Lukisan Di Antara Hujan, Maknai Ingatan Silam

PARA PELUKIS yang memamerkan karyanya dalam pameran berjudul "Di Antara Hujan" di Artotel TS Suites.-Guruh Dimas Nugraha-Harian Disway-

Menyelami pengalaman, menggali ingatan silam. Tempat perupa memamerkan karyanya di Artspace, Artotel TS Suites Surabaya. Layaknya hujan yang menyuguhkan impresi. Begitulah ingatan. Datang dan pergi. Sejauh mana itu diungkapkan dalam bahasa visual?

SEPERTI halnya ketika seseorang duduk di dalam kamar. Saat hujan datang, pemandangan di jendela menghasilkan bias impresi. Tak utuh. Begitulah yang tampak ketika mengingat masa lalu. Datang dalam bentuk potongan-potongan adegan. Hanya yang melekat di ingatan saja yang mampu memberi gambaran jelas.

Maka pameran lukisan yang diikuti empat perupa diberi tajuk Di Antara Hujan. Diselenggarakan di Artspace, Artotel TS Suites, pada 7 Juli 2023. Mereka adalah: Friski Jayantoro, Suwandi Waeng, Osyadha Ramadhanna (Oca), dan Victor Syahrul Akbar.

Penulis pameran, Figo Dimas, menyebut bahwa Di Antara Hujan merupakan cara bagi empat seniman mengaktualisasikan pengalamannya. "Apa yang mereka ingat, maknai, dan berbagai hal yang berpengaruh dalam hidup mereka," ungkapnya.

BACA JUGA : Spirit of Humanity, Empat Lukisan Raksasa di Surabaya Suites Hotel

BACA JUGA : Kurator Djuli Djatiprambudi Puji Teknik yang Digunakan Prisha Pamungkas dalam Pameran Tunggal Lukisan-Drawing “Pertamaku”

Seperti karya milik Oca berjudul Tentang Bagaimana Memutuskan Sesuatu. Karya miliknya berbeda dengan pelukis lain. Yakni karya tekstil. Lukisan yang dibuat pada media kain. Dia menambahkan unsur wax resist dyengi dan sewing on cotton.

Oca memunculkan gaya abstrak figuratif pada figur-figurnya. Namun untuk inspirasi, dia mengambil dongeng Kancil dan Raksasa. Ingatan masa lalu membawanya pada sebuah ruang silam. Ketika dia mendengar neneknya bercerita tentang dongeng itu.


LUKISAN-LUKISAN yang dipajang dalam pameran -Guruh Dimas Nugraha-Harian Disway-

Sebuah dongeng tak dapat dimaknai sebagai tuturan atau cerita rakyat biasa. Fungsinya pun tak sekadar sebagai hiburan. Melainkan, dongeng berpengaruh terhadap cara berpikir seseorang.

Bahkan, tatanan hidup dapat dipengaruhi oleh mitos, legenda, dongeng dan semacamnya. Seperti kisah Mayadenawa di Bali yang memengaruhi munculnya Hari Raya Galungan. "Begitu pun dongeng Kancil dan Raksasa. Saya memaknai bahwa hidup ini dipenuhi negosiasi demi negosiasi. Hingga menemukan keputusan yang tepat," ungkapnya.

Seperti halnya kancil yang terus bernegosiasi dengan raksasa, hingga bisa mengalahkannya dan melindungi hutan. Figur kancil digambarkannya tak utuh. Berada di bagian kanan. Sedangkan beo, gajah dan lain-lain, yang menjadi tokoh pendamping kancil, ada di sisi kiri. Meski tak utuh, namun penanda itu tampak. Seperti paruh beo dan belalai gajah.

"Tak utuh, seperti ingatan. Imajinasi anak kecil selalu begitu, kan. Maknanya, dalam permasalahan hidup, kita selalu mengalami negosiasi. Bahkan sejak kita kecil," terang perempuan 26 tahun itu.

Dalam karyanya, terdapat benang-benang jahit yang terurai. Tak terjahit dengan sempurna. Seperti seseorang yang berusaha menjahit kenangan silam, yang hasilnya berupa kepingan-kepingan. Ada yang terurai, tak diingat lagi. Ada yang masih melekat dalam ingatan.

Sedangkan bagian yang timbul, dibuat dari bahan dakron. Beberapa pun dibuat timbul-tenggelam. Sama, memaknai sebuah ingatan masa kecil.

Karya Victor, mengungkapkan berbagai benda yang dijumpainya ketika kecil. Benda-benda jadul yang begitu melekat dalam memorinya. Berkaitan dengan masa kecil, Victor menggunakan gaya naif untuk lukisannya.

Friski menampilkan pengalaman emosionalnya saat remaja. Yakni saat memasuki fase quarter life crisis. Ia menyebut bahwa masa itu dipenuhi gejolak batin. Antara asmara, masalah-masalah remaja dan lain-lain. Gaya lukisannya abstrak-ekspresif: garis-garis dengan batas warna yang cenderung gelap. Seperti perubahan emosi atau ketidakstabilan emosinya ketika itu.

Di sisi lain, Suwandi, perupa asal Batu, memajang beberapa karyanya dalam gaya semi-realis. Karyanya berjudul #Memori 1, menampilkan ragam objek yang saling bertumpuk. Mulai batang pohon, kursi bergaya klasik, dedaunan dan garis-garis warna yang saling bersilang.


Alridge Tjiptarahardja (kiri), kolektor lukisan sekaligus founder UYCC, menerima hadiah lukisan dari pelukis Suwandi Waeng.-Guruh Dimas Nugraha-Harian Disway-

Dalam karyanya #Memori 2, Suwandi menempatkan meja dengan jam yang menunjukkan pukul 00:00. Puncak hari, ketika keheningan datang, dan itulah momen yang tepat untuk merenung. Mengumpulkan kembali kenangan silam dan memaknainya sebagai pelajaran hidup.

Masa kecil Suwandi sangat dekat dengan alam dan perbukitan. Lukisannya tentu sebagai upaya memanggil kenangan itu kembali. "Memang butuh keheningan. Membuang segala yang mengganggu dalam pikiran. Itulah nikmatnya merenung, menikmati masa lalu dalam hidup kita," ungkap perupa 40 tahun itu.

Pameran Di Antara Hujan dibuka oleh Alridge Tjiptarahardja, selaku kolektor seni, sekaligus founder Unicorn Young Collectors Club (UYCC). Ia menyebut bahwa pameran itu membawa kembali memori masa lalu bagi siapa saja. "Serta dalam rangka semakin memeriahkan dunia seni rupa di Jawa Timur, khususnya Surabaya. Saya rasa seni rupa di Surabaya tumbuh subur. Banyak perupa baru bermunculan," ungkapnya.

Nabilla Humaira, Marcom Artotel TS Suites, mengatakan, "Artspace di hotel kami berfungsi sebagai wadah bagi para perupa di Jawa Timur. Kami juga akan menggiatkan workshop seni rupa dan kesenian lain.’’

Pameran Di Antara Hujan berlangsung dari tanggal 7 Juli hingga 7 Agustus 2023. (Guruh Dimas Nugraha)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: