Kedua negara itu memang menaruh perhatian besar pada geliat UMKM. Terutama sebagai alat pemulihan ekonomi. Di Indonesia, jumlah UMKM mencapai 90 juta unit. Kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi pun amat luar biasa.
Di Afrika Selatan, jumlah UMKM mencapai 3 juta unit. Baik dalam bentuk digital maupun fisik. Nah, paper mereka menguak perbandingan kesiapan, strategi, hingga tata kelola UMKM di dua negara tersebut.
Ada beda yang cukup besar. UMKM di Indonesia fokus pada pengembangan kapasitas. Mengutamakan inklusivitas, pemberdayaan perempuan, hingga kelompok kecil. “Lewat UMKM, semuanya diajak berdaya bersama. UMKM menjadi alternatif untuk meningkatkan taraf hidup,” papar doktor alumnus University of York, Inggris, itu.
Tetapi, di Afrika Selatan beda lagi. Bukan fokus pada pengembangan kapasitas. Melainkan pada infrastruktur seperti pemanfaatan internet. Prioritas kebijakan untuk UMKM diarahkan ke digitalisasi, pengawasan, dan pelatihan.
BACA JUGA:Siapa Tahu Ange Bisa Membantunya
BACA JUGA:Sambut Peserta Latgab Super Garuda Shield, TNI Kendalikan Arus Logistik dan Alutsista
“Jadi lebih ke infrastruktur. Apalagi banyak daerah yang jaringan internetnya belum memadai,” lanjut Gracia. Begitulah karakter dasar UMKM di Indonesia dan Afrika Selatan.
Kedua negara punya kesamaan. Masih sama-sama memerlukan mekanisme dan birokrasi untuk mempermudah pertumbuhan UMKM. Tentu, benang merah itu pun bisa dijadikan landasan untuk menjalin kerja sama.
Apalagi, kata Grace, Indonesia dan Afrika Selatan punya hubungan sejarah yang kuat. Tidak hanya soal spirit Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955 silam. Bahkan jauh sebelum itu. Sekitar abad ke-16, kala Indonesia berperang melawan VOC Belanda.
“Banyak ulama, pendeta, dan budak dari Indonesia yang dibawa ke Cape Town oleh orang-orang Belanda,” tandas Gracia. Baik dari Jawa, Makassar, hingga Flores. Hingga kini, anak turun bangsa Melayu pun tinggal di permukiman khusus: Bo-kaap Village.
BACA JUGA:47 Tower Rusun Mulai Dibangun di IKN: Khusus ASN, Anggota Polri, Paspampres, dan Pegawai BIN
BACA JUGA:Polisi Beberkan Kronologi Kecelakaan Maut Karnaval HUT RI di Pacet, Mojokerto
Gracia menyempatkan berkunjung ke sana. Orang-orang setempat memang punya garis keturunan dari Asia. Dan, ucap pegiat lingkungan saat remaja tersebut, justru aset historis itulah yang bisa menjadi ikatan kuat bagi Indonesia dan Afrika Selatan.
Dia berharap, BRICS 2nd Postgraduate Forum 2023 bisa berkontribusi terhadap pembangunan masing-masing negara. Seluruh hasil penelitian para peserta bisa menjadi bahan pertimbangan membuat kebijakan. “Tentu saja, semoga akademisi Indonesia bisa ikut forum serupa di Tiongkok tahun depan,” jelas Putri Lingkungan Hidup Klub Tunas Hijau Indonesia 2002 itu. (*)