Ideologi prismatik adalah ideologi yang bersifat moderat, yang merupakan perpaduan dari ideologi ekstrem yang bertentangan. Ketika Indonesia memutuskan menjadikan Pancasila sebagai dasar negara, hal itu bukan tanpa alasan.
Dengan berlandaskan pada Pancasila, Indonesia sepakat menetapkan bahwa negara kita bukanlah negara sekuler, tetapi sekaligus juga bukan negara agama. Indonesia yang pluralis adalah Indonesia yang menyintesiskan ideologi yang bertentangan secara diametral dan kemudian menjadikan sebagai dasar bagi upaya membangun kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam membangun Indonesia sebagai sebuah bangsa dan negara, demokrasi adalah mekanisme yang perlu dijadikan alat untuk menjembatani perbedaan berbagai kepentingan secara objektif. Indonesia –yang tumbuh dan disokong masyarakat yang multietnis dan merupakan gabungan dari berbagai wilayah kepulauan yang berbeda-beda– diharapkan tidak terjerumus menjadi negara federal.
Meski negara besar seperti Amerika Serikat dapat mempertahankan soliditasnya melalui sistem pemerintahan federal dan tidak sedikit negara kesatuan yang direcoki dengan perpecahan, tidak berarti Indonesia kemudian harus diubah menjadi negara federal.
Indonesia adalah NKRI yang memiliki akar sejarah pertumbuhannya sendiri. Kesatuan dan persatuan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan dalam konteks perkembangan Indonesia menghadapi berbagai tantangan, baik tantangan di dalam negeri maupun tantangan global.
Persatuan adalah sebuah kesepakatan hati, sesuatu yang mengikat rasa kebangsaan dan rasa persamaan bangsa Indonesia dalam ikatan NKRI yang tidak tergoyahkan.
Politisasi Hukum
Membangun kehidupan yang demokratis, harus diakui, bukanlah hal yang mudah. Ada banyak prasyarat yang perlu dikembangkan sebagai landasan membangun demokrasi yang benar-benar ideal.
Dalam proses membangun kehidupan berdemokrasi yang bermartabat, kita menyadari bahwa masih ada banyak persoalan kebangsaan dan persoalan politik yang perlu diatasi.
Sejumlah peserta diskusi yang sebagian besar mahasiswa menyampaikan pertanyaan kepada Prof Mahfud tentang masih adanya oknum aparat penegak hukum yang belum bersih, oknum wakil rakyat yang korup, oknum pejabat yang tidak amanah, dan berbagai praktik politisasi hukum yang membuat kehidupan berdemokrasi belum berjalan seperti yang diharapkan.
Dalam kehidupan politik-keagamaan, kita akui masih ada kelompok-kelompok radikal yang sering merongrong stabilitas sosial politik dengan tindakan terorisme dan sikap radikalisme yang menggerogoti kehidupan bangsa dan bernegara. Tidak sekali dua kali pula di masyarakat masih ada tindakan perundungan, hoaks, dan hate speech yang memicu munculnya segregasi kelompok yang makin tajam.
Dalam kehidupan berdemokrasi, perbedaan bukan hal yang ditabukan. Hanya, persoalannya, bagaimana perbedaan dan aspirasi yang berbeda itu disampaikan dalam koridor kehidupan berdemokrasi dan jalur konstitusi yang disepakati secara hukum.
Dalam kondisi tertentu memang kadang terjadi ada orang atau kelompok tertentu mengendalikan hukum untuk kepentingan yang sesat. Tetapi, ketika masyarakat makin kritis, kontrol makin kuat, dan demokrasi benar-benar terwujud, bukan tidak mungkin hal-hal yang sesat akan bisa ditiadakan. (*)
*) Iman Prihandono, dekan Fakultas Hukum Universitas Airlangga