Dua hal itu, ilusi mati dengan todongan pistol, Lantas membuat korban tenang. Selalu dilakukan perampok dalam hitungan detik. Sekitar tiga sampai lima detik. Kalau lewat dari itu, korban bisa berteriak.
Kalimat populer yang dikatakan perampok terhadap korban adalah begini: ”Jangan bergerak. Ini perampokan. Jangan ubah ini jadi pembunuhan.”
Sambil berkata begitu, perampok mendekatkan moncong senjata ke tubuh korban. Tanpa terlihat orang lain di sekitar.
Itu bakal menyadarkan korban atau rasio korban langsung membuat kesimpulan, lebih baik menuruti permintaan perampok daripada melawan atau berteriak. Alhasil, perampokan sukses. Tanpa korban jiwa.
Dari buku Luckenbill, jika diterapkan pada kasus maling motor yang menembak Amir, justru berkebalikan dari teori.
Pelaku sudah menggambar lokasi, mencari area blind spot. Dan, ternyata justru blind spot dari arah pelaku. Amir bisa memantau pelaku. Pelaku tidak bisa melihat Amir. Sebab, Amir berada di dalam rumah yang sore itu lebih gelap dibanding lokasi pelaku di halaman depan.
Ketika Amir menangkap tangan pelaku, justru pelaku yang kaget. Otomatis, pelaku yang melawan korban dengan cara menembak. Bukan sebaliknya.
Situasi itu sangat berbahaya bagi korban. Seumpama pistol maling berpeluru tajam, Amir bisa fatal. Cara paling aman, Amir cukup berteriak-teriak tanpa mendatangi maling. Efeknya, maling bakal kabur tanpa menembak.
Dengan demikian, tujuan menggagalkan pencurian sukses. Amir pun tidak ditembak. Malingnya tetap bisa ditangkap warga.
Analisis itu bisa berguna jika calon korban berpikir tenang saat jadi korban pencurian atau perampokan. (*)