SURABAYA, HARIAN DISWAY – Dua ruang pameran seni di Balai Pemuda Surabaya terisi. Galeri DKS dan Merah Putih dipajangi karya menggunakan teknik garis dan arsir penuh makna religi dalam rangka merayakan peringatan Hari Santri Nasional 2023.
Kali ini bukan lukisan, melainkan gambar. Menggunakan pensil, pulpen, dan tinta sebagai alatnya. Ditorehkan di atas kertas dan kanvas dengan ukuran yang beragam. Hitam putih. Tanpa melibatkan warna lain. Dari garis dan arsir untuk menggambar perubahan zaman.
Owah Gingsir menjadi tajuk Pameran Tunggal Drawing oleh Nabila Dewi Gayatri. Ia maknai sebagai perubahan. Perubahan yang seperti apa?
Nabila menjelaskan bahwa karyanya mewakili berubahnya tatanan alam, manusia, dari keadaan yang pernah ia alami. “Pokoknya dari zaman bahula ke zaman bahuli lah,” candanya.
BACA JUGA: Jadi Pepeling, Nabila Dewi Gayatri Ingatkan dengan Pameran Lukisan Tunggal Owah Gingsir
Mulai dari ia kecil hingga peristiwa yang terjadi saat ini. Nabila bercerita melalui karyanya tahun 2015 hingga 2021. Cerita masa kecilnya, percintaan beda agama, masa suntuknya, dan perubahan syiar agama di masa kini dari sudut pandangnya.
Mempunyai latar belakang keluarga yang agamis dan moderat, ternyata mempengaruhi hasil karyanya. Tumbuh besar di lingkungan pondok pesantren membuatnya diwajibkan untuk mengaji banyak ilmu agama.
Tertuang dalam karyanya Abhipraya, Abhipraya 2, dan Abhipraya 3. Tiga gambar tersebut bermula dari Nabila yang sedang jenuh dan ingin minggat dari rumah. Makna minggat sendiri bukan pergi karena ada masalah. Melainkan hijrah mencari tempat baru yang menginspirasinya.
“Ketika saya menggambar, lalu pindah. Saya ingat Nabi Nuh, menggunakan kapal dan membawa semua umatnya. Hewan, tumbuhan, manusia, semuanya dimuat,” terangnya.
Akan bisa kita amati lukisan pertama dengan ukuran 29 x 42 cm. Hewan badak bercula satu yang ia ibaratkan sebagai dirinya. Terdapat gambar kapal di dalamnya beserta hewan dan tumbuhan yang seperti berebut tempat. Nabila menggunakan objek hewan untuk menggambarkan bahwa manusia masih tidak luput dengan sifat hewani.
Hewan melata seperti ular, berkaki seperti kelinci, dan beragam burung pun ia gambar dalam Abhipraya pertama ini. Dominan burung yang terbang seperti menggambarkan keinginan mencapai kebebasan.
Dalam Abhipraya 2, perupa berkacamata itu memberikan gambaran yang hampir sama. Bedanya, badak dalam gambar ini seperti menaiki papan luncur dengan latar lebih gelap dari Abhipraya pertama.
Beda lagi dengan Abhipraya 3. Masih ingin menjelaskan tentang perpindahan. Namun kali ini tokoh inspirasinya adalah sahabat Nabi yang bepergiannya selalu membawa kura-kura, meskipun dalam perang sekaligus. Namanya Hamzah Bin Abdul Mutholib.
Kura-kura menjadi wujud perpindahan Nabila kali ini. “Kebetulan saya kan juga punya kura-kura. Terus kalau saya minggat bawa kura-kura paling apik,” terangnya dengan guyonan khas Jawa dalam menjelaskan sumber inspirasinya.
Ukuran gambar 110 x 135 cm itu terlihat lebih kompleks dengan pusat tengah yang lebih gelap dan latar yang terang. Detail tiap kerutan dari gambar hewan yang di dalamnya terlihat jelas. Memudahkan kita untuk membedakan antar objeknya.