Jadi Pepeling, Nabila Dewi Gayatri Ingatkan dengan Pameran Lukisan Tunggal Owah Gingsir

Jadi Pepeling, Nabila Dewi Gayatri Ingatkan dengan Pameran Lukisan Tunggal Owah Gingsir

Perupa Nabila Dewi Gayatri gelar Pameran Lukisan 'Owah Gingsir'. Nabila Dewi Gayatri berpose di tengah-tengah lukisan karyanya, dalam pameran tunggalnya di Balai Pemuda, 18-23 Oktober 2023.-Sahirol Layeli-

SURABAYA, HARIAN DISWAY - Perupa Nabila Dewi Gayatri berpameran lukisan tunggal di Balai Pemuda, Surabaya. Diselenggarakan pada 18-23 Oktober 2023 dengan tajuk Owah Gingsir.

Tajuk tersebut diambil dari bait ke-11, pupuh Dhandanggula, serat Sriyatna, karya KGPAA Sri Mangkunegara IV.

BACA JUGA: Menengok Pameran Lukisan Merengkuh Jiwa di Balai Pemuda Karya Webeech dan Tar

BACA JUGA: Resmi Dibuka! Pameran Lukisan Mural 30 Meter Karya 19 Seniman di Suites Hotel Surabaya

Bunyinya: ...alamine mangkana, kale ing tumuwuh, denira ana ing dunya. Datan lana sambubarang owah gingsir.

Dalam bahasa Indonesia: ...selamanya, demikian itu adalah keadaan dalam kehidupan. Engkau yang berada di dunia ini, tidak ada yang langgeng. Semua perkara berubah dan bergeser.

Namun, Owah Gingsir dalam tajuk pameran Nabila merujuk pada zaman yang serba tak menentu.


Perupa Nabila Dewi Gayatri gelar Pameran Lukisan 'Owah Gingsir'. Suasana Pameran Lukisan Tunggal Nabila Dewi Gayatri di Balai Pemuda.-Sahirol Layeli-

"Zaman sekarang ini banyak yang tak ngugemi lagi adat tradisinya. Banyak yang terjerumus pada hal-hal yang tak baik," ungkap Nabila.

Kurator Hari Prajitno, menulis kaitan pameran Owah Gingsir dengan kondisi syiar Islam masa kini. Ia memulainya dengan penerjemahan frasa per frasa.

"Owah biasanya dilekatkan pada anak-anak yang mengalami keseleo. Sedangkan gingsir, merupakan perubahan struktur otot pada anak tersebut," ujarnya.

Dalam kondisi masa kini, syiar Islam mengalami owah gingsir atau format syiarnya tak seperti para pendahulu, yang bersifat damai dan tidak memaksa.

Para pendakwah seperti Wali Songo tak menolak budaya atau kepercayaan lokal. "Bersifat halus dan damai. Melalui metode itu, Wali Songo mampu mengislamkan masyarakat dalam waktu 50 tahun," ujarnya.

Karya-karya Nabila mengusung tema-tema dakwah dalam bentuk perenungan-perenungan pribadi. Tentu pengalaman Nabila sendiri yang dijalani sejak kecil.

Seperti karya berjudul Nyawang Kahanan, yang berkisah tentang masa kecil Nabila yang suka mengintip, ketika pamannya membaca kitab Hikmah.


Perupa Nabila Dewi Gayatri gelar Pameran Lukisan 'Owah Gingsir'. Lukisan -Sahirol Layeli-

Kitab tersebut jika diartikan dalam filosofi Jawa, memuat Sangkan Paraning Dumadi. Atau Tuhan sebagai kebijaksanaan tertinggi yang menguasai tubuh manusia, berikut hidup dan mati.

Nabila pun memajang karya-karya aktualisasi pengalaman perenungan spiritualnya. Seperti Tetirah ing Sepi.

Dibuat menggunakan tinta di atas kertas, visual perempuan sedang naik perahu. Berlayar di tengah kolam dengan bebungaan mekar di sekelilingnya.

"Di dalam kesunyian, keheningan, kita akan menemukan momen-momen spiritual. Kemudian menghayatinya. Di situ kita bisa mencapai ketenangan lahir-batin dan kedekatan kita dengan Tuhan," ujar Nabila.

Berjudul Wisa Kala, ada objek rusa kesakitan. Berbagai tombak menusuk tubuhnya. Pada bagian atas terdapat wajah anak-anak yang suram. Sedangkan di bagian bawah adalah visual serupa Bathara Kala, dengan ular yang keluar dari bibirnya.


Perupa Nabila Dewi Gayatri gelar Pameran Lukisan 'Owah Gingsir'. Karya Nabila Dewi Gayatri berjudul -Sahirol Layeli-

"Wisa artinya racun atau limbah. Kala artinya waktu. Bukan diartikan secara harafiah sebagai limbah di sekitar kita. Melainkan limbah dalam diri. Racun diri manusia yang masih terpengaruh dengan nafsu dan angkara," ujar perupa 54 tahun itu.

Rusa merupakan hewan yang jadi lambang keindahan dan kesucian. Visual rusa yang tertusuk tombak tersebut merupakan gambaran bahwa kesucian diri manusia telah terpengaruh oleh ambisi, nafsu dan berbagai hal buruk lainnya.

Melalui lukisan itu, Nabila mengingatkan setiap orang untuk introspeksi. Bahwa tubuh adalah fana belaka, yang abadi adalah ruh.

Seperti Sangkan Paraning Dumadi. Semua akan kembali pada Tuhan. Dalam filosofi Sangkan Paraning Dumadi, setiap orang akan mendapat takdir kematian sejak kelahirannya.

Kematian bukan hal yang perlu untuk dikhawatirkan atau jadi ketakutan. Melainkan lebih pada cara kita mengisi hidup sebelum kematian itu datang.

"Berbuat baik, terus menggali spiritualitas dalam diri, sehingga kelak kita siap ketika menuju pada-Nya," ujarnya. Pencapaian spiritual dapat ditempuh dengan berbagai cara. Salah satunya adalah melakukan perenungan.

Seperti tampak dalam lukisan berjudul Ciptaning Roso Sejati. Seekor serigala bertubuh besar dan sosok manusia yang sedang bersedekap di bagian atas.

BACA JUGA:Dalam Pameran Lukisan-Drawing “Pertamaku” Pelukis Clik Prisha Pamungkas Ciptakan Simbol-simbol Personal

BACA JUGA:Festival Seni Balai Pemuda 2023 Ajak Pengunjung Membeli Lukisan 200 Ribuan

"Serigala melambangkan sifat-sifat hewani dalam diri manusia. Baik nafsu, ambisi, sirik dan sebagainya. Kita harus bisa menaklukannya. Tergambar dalam sosok manusia yang ada di atas itu," tuturnya.

Dengan menaklukkan sifat-sifat itu, maka manusia akan menemukan rasa yang sejati. Tak ada lagi keakuan dalam diri. Semua yang dilakukan sepenuhnya mengacu pada kesadaran bahwa ia milik Allah semata.

Bagi Nabila, pameran itu semacam kaleidoskop jangka zaman. Menangkap apa yang terjadi pada masa kini lewat lukisan. Sekaligus sebagai pepiling atau pengingat. Bahwa setiap perjalanan waktu selalu terjadi owah gingsir. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: