Menengok Pameran Lukisan Merengkuh Jiwa di Balai Pemuda Karya Webeech dan Tar

Menengok Pameran Lukisan Merengkuh Jiwa di  Balai Pemuda Karya Webeech dan Tar

Salah satu pengunjung menikmati lukisan-Erni Prasetyo-

SURABAYA, HARIAN DISWAY - Galerinya tidak besar, namun cukup untuk memamerkan 17 karya seni rupa milik Webeech dan Tari. Selama tujuh hari, dari 2  9 Februari, pameran yang digelar di Galeri Merah Putih, Balai Pemuda Surabaya. Kontras dua aliran seni rupa ada di dalamnya.

 

Dari segi warna, milik Weebech di sisi kiri terlihat mencolok. Sementara di sisi kanan, nuansa warna lukisan Tar terkesan sendu.

 

“Memang beda ya, dari segi warna. Tapi maknanya sama, merengkuh jiwa. Kalau Tar dari dalam, saya dari luar.” jelas Webeech ketika ditanya kontras perbedaan lukisan-lukisan mereka.

 

Di tengah rintik hujan sore itu, Webeech yang sudah sepuluh tahun menjadi seniman merasa puas dengan hasil karyanya dan Tar. Tidak berharap lebih dari pengadaan pameran ini, ia hanya ingin karya-karyanya yang bertajuk Merengkuh Jiwa dapat dinikmati banyak orang.

 

Karena menurutnya, seni adalah sebuah keindahan yang tidak mengikat. Dalam artian setiap orang boleh berinterpretasi atas karya tersebut. Bisa jadi antara satu kepala dengan kepala lainnya merasakan emosi yang berbeda, dan dari situlah letak keindahan dari seni.

 

BACA JUGA:Kata Gen-Z di Puncak Resepsi 1 Abad NU: Sarapan, Ngopi, hingga Tempat Istirahat Disediakan Warga Ndarjo

BACA JUGA:Tarik Tambang Ekstrem ala Madura, Bisa Sejam Sampai Muntah Darah

 

Sesuai kesepakatan dengan partner kolaborasinya, tema Merengkuh Jiwa lebih menitikberatkan pada jiwa-jiwa yang kehilangan arah.

 

Dari sudut pandang Webeech, jiwa-jiwa muda sekarang banyak yang tersesat layaknya domba-domba tersesat yang disebut dalam kitab nasrani.

 

Terlalu banyak melihat gadget tanpa melihat keadaan sekitar. Ia menuangkan kekesalannya pada teknologi, namun tidak bisa berbuat apa-apa karena jaman sekarang sudah berubah.

 

“Makanya, saya pilih karakter Shaun The Sheep di setiap lukisan itu karena selain dia tokoh masa kini, aku ingin mereka tahu. Kalau sekarang dengan semakin canggihnya teknologi, mereka layaknya domba-domba yang tersesat.” Tuturnya, sambil menerawang jauh ke arah lalu-lalang pengunjung di pelataran Balai Pemuda.

 

Karya lukisan dengan tema Merengkuh Jiwa di Balai Pemuda Surabaya. Hendrina Ramadhanti/Harian Disway

 

Lain halnya dengan sisi sebelah kanan. Tar seperti merangkul jiwa-jiwa yang merasa hampa. Dengan segenap perasaannya, Tar seakan membuat karya bisunya bercerita pada setiap pengunjung galeri tentang betapa sulitnya menjadi seorang wanita. Salah satu yang menarik perhatian adalah lukisan ‘The Cursed Seal of Earth’.

 

Di bingkai canvas persegi panjang itu menggambarkan sosok wanita yang memegang penggalan kepalanya sendiri. Yang mana menurut sang pelukis, dia-lah definisi kehampaan sesungguhnya. “Dia ini hidup seperti mati. Bisa tertawa dan tetap terlihat baik-baik saja tapi aslinya, ia merasakan kehampaan yang luar biasa. Bahkan ia merasa bahwa tidak ada gunanya hidup karena semuanya sudah mati rasa. Jadi, kenapa tidak mati sekalian?” Kata Tar dengan sorot mata sendu.

 

Tari, nama aslinya, merasa sangat puas bisa menuangkan semua perasaan dan pengalaman pribadinya pada canvas. Ada hal-hal yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata, namun bisa dirasakan dengan goresan warna.

 

Karya lukisan dengan tema Merengkuh Jiwa di Balai Pemuda Surabaya. Hendrina Ramadhanti/Harian Disway

 

Kegelisahan yang mereka pamerkan di galeri berharap bisa jadi refleksi diri bagi para penikmat seni. Sejatinya, terkadang kita butuh disadarkan oleh sesuatu yang tak disangka-sangka sebelumnya.

 

Selamat Webeech dan Tar! Pameran kalian sudah membuat banyak orang tersadar, bahwa jiwa-jiwa yang malang dan tersesat tidak lagi sendiri. (Hendrina Ramadhanti)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: