Laksana iring-iringan perahu pasukan Tartar pada masa Majapahit yang menyusuri liuk Kalimas, perahu-perahu itu menuju ke salah satu bagang. Yakni bangunan dari bambu yang didirikan di tengah laut oleh para nelayan. ”Yang asyik, kami sambil menikmati menu makan siang di atas perahu,” kata Heru.
Rombongan perahu yang berangkat dari dermaga Selayar di Dusun Krajan menuju bagang. -Yuniawan Heru-
Serasa piknik, rombongan bergeser menuju ke Taman Nasional Alas Purwo melalui resort Sembulungan. Meski matahari sedang terik menyengat, road trip tetap diikuti dengan semangat. Salah satunya karena bisa mengeksplorasi gua peninggalan Jepang pada perang dunia II hingga mencermati beberapa koleksi museum.
Pada kesempatan itu, Bambang Suharto menyarankan kepada petugas taman nasional agar bersedia memindahkan kotoran kelelawar yang menumpuk di gua Jepang. ”Sangat disayangkan jika tumpukan kotoran setebal itu bisa berpotensi merusak bangunan gua. Kami berharap agar dibersihkan agar kelestarian bangunan dapat lebih terjaga,” tutur Bambang.
Agenda berlanjut pada sore hari. Semua menuju area Daya Tarik Wisata Waroeng Kemarang di kaki Gunung Ijen. Para mahasiswa mengeksplorasi beberapa sudut yang menarik untuk diulas.
Di Waroeng Kemarang, para mahasiswa belajar seni budaya seperti tari gandrung dipandu Ir. Wowok Meirianto, M.T. -Yuniawan Heru-
"Kami sangat excited. Ada rumah adat Osing terbesar di Banyuwangi, ada rumah lukisan, ada koleksi temuan uang kuno, dan beberapa alat musik tradisional," ujar Affanda Setiawan, salah seorang mahasiswa peserta PKL.
Owner Kemarang Group Ir. Wowok Meirianto, M.T yang menyambut romongan, sangat mengapresiasi. "Kami senang, ketika ternyata ada rombongan pembelajar yang tertarik untuk belajar seni dan budaya. Ada banyak hal yang bisa dicermati di Kemarang untuk bahan diskusi," katanya.
Turut menyambut Kepala Desa Tamansuruh Teguh Eko Rahadi, SAB dan penulis buku Balambangan Kuno Thomas Racharto. Thomas bahkan membuat mahasiswa senang karena antusiasme mereka diganjar beberapa hadiah berupa buku.
Suasana makin meriah dengan pergelaran tari gandrung. Menjadi suguhan istimewa malam itu, di desa terakhir. Ternyata seluruh pemain gandrung itu dibawakan oleh pegawai Waroeng Kemarang. ”Ya, dalam keseharian, mereka ada yang bekerja sebagai waitress, room boy, hingga chef lo,” kata Wowok.
Sebagai korporasi, Kemarang Group menarik untuk dipelajari. Bersama Wowok yang juga Ketua Komunitas Osing Pelestari Adat Tradisi (KOPAT), mahasiswa berdiskusi terkait nilai-nilai yang dirumuskan sebagai budaya organisasi Kemarang. "Kami menjunjung tinggi diversity, kejujuran, dan etika," pungkas Wowok. (*/Heti Palestina Yunani)