Aturan Anyar Merdeka Belajar ala Nadiem Makarim (3) : Tanpa Skripsi, Mahasiswa Vokasi Lebih Diuntungkan

Aturan Anyar Merdeka Belajar ala Nadiem Makarim (3) : Tanpa Skripsi, Mahasiswa Vokasi Lebih Diuntungkan

AKTIVITAS MAHASISWA Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Mereka menjalani kuliah yang menjamin kompetensi lulusan.-Ahmad Rijaludin Erlangga-Harian Disway-

Tak semua kampus bakal membebaskan mahasiswa dari skripsi. Tetapi, tidak bagi mahasiswa fakultas vokasi. Kebijakan anyar Permendikbud Ristek No 53 tahun 2023 Pasal 18 itu disambut dengan gegap gempita.

DEKAN Fakultas Vokasi Universitas Airlangga Prof Anwar Ma’ruf yang mengamininya. Bahwa kompetensi lulusan tidak lagi dimonopoli skripsi akan sangat membantu bagi mahasiswa fakultas vokasi. “Itu angin segar bagi pendidikan vokasi di Indonesia,” jelasnya.

Sebab, selama ini mahasiswa S-1 vokasi memang kerap merasa dibebani dengan skripsi. Padahal, mereka sudah sangat fokus dengan keilmuan yang diambil. Mereka dilatih untuk menyelesaikan masalah berbasis objek.

Apalagi, kata Prof Anwar, kurikulum vokasi punya konsep yang nyaris sama dengan Merdeka Belajar. Ada kurikulum link and match. Mahasiswa dicetak sesuai dengan apa yang diminta oleh industri dan dunia kerja (iduka). 

Mereka dituntut menyelesaikan masalah iduka saat menjalani magang di perusahaan (problem based learning). Otomatis, perusahaan bisa langsung melihat kompetensi mahasiswa. Perusahaan pun memprioritaskan mereka yang sudah terampil. 
 

Proyek yang mereka kerjakan selama magang sangat membantu perusahaan. Terutama dalam memecahkan masalah. Artinya, mereka sudah membuktikan kompetensi bahkan sebelum lulus kuliah.

“Nah, kenapa tidak itu saja yang digunakan? Jadi, tidak perlu lagi dibebani skripsi,” ujar Prof Anwar. Tentu, imbuhnya, ini bukan untuk mendiskreditkan skripsi. Tetapi, memang orientasi pendidikan sudah waktunya dipertegas.
 

PEMBELAJARAN HIBRIDA yang menggabungkan tatap muka dan daring di Universitas Dinamika Surabaya.-Ahmad Rijaludin Erlangga-Harian Disway-

Bahwa pendidikan sarjana akademik maupun terapan akan sama-sama bermuara ke dunia kerja. Dan hanya beberapa gelintir yang menjadi akademisi. Bagi Prof Anwar, kompetensi lulusan berbasis proyek justru sangat relevan dengan kebutuhan setiap mahasiswa.

Tak cuma itu. Setiap kampus pun bisa mempercepat kelulusan mahasiswa. Karena mereka punya banyak pintu untuk menyelesaikan kuliah. Tidak melulu lewat skripsi.

“Saat inilah mahasiswa difasilitasi. Mereka punya pengganti yang setara bahkan melebihi skripsi,” tandasnya. Apalagi, Prof Anwar melihat banyak sekali mahasiswa yang terbelenggu skripsi. Padahal, seluruh mata kuliah sudah mereka tuntaskan.
 

Pendidikan sarjana selama ini menganggap hanya skripsi yang seolah menjadi satu-satunya penutup kuliah. Maka, kebijakan anyar dari Mendikbud Ristek Nadiem Makarim itu akan membawa perubahan besar. Para mahasiswa diyakini banyak yang tertarik membuat proyek.

Apalagi didukung dengan program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM). Mereka punya kesempatan magang selama satu semester di perusahaan industri. “Begitu ikut MBKM, pasti mereka kan bikin macem-macem. Nah, proyek itu saja diajukan sebagai pengganti skripsi. Kan bisa cepat,” tandas Prof Anwar.

Di sisi lain, banyak kampus lain yang masih butuh pertimbangan lebih matang. Tidak langsung menerapkan kebijakan tersebut. Beberapa di antaranya pun menyertakan syarat prestasi yang cukup ketat.
 

Terobosan baru Nadiem itu memang menuai banyak respons. Banyak yang setuju. Tetapi, tidak sedikit yang membantah. Salah satunya, peneliti Indonesia dari Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman.
 
“Menurut saya ini merupakan suatu kemunduran besar. Orang yang mengelola tidak memahami pendidikan itu sendiri,” katanya saat dihubungi Harian Disway. Bila skripsi tidak diwajibkan, maka dampaknya akan cukup serius bagi kemajuan institusi pendidikan.
 
Sebab, skripsi ini memang proyek ilmiah dengan bobot yang disesuaikan dengan kompetensi para calon sarjana. Mahasiswa dilatih mengobservasi suatu masalah. Hasil penelitian itu pun sangat membantu kampus meningkatkan akreditasinya.
 

MAHASISWA Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya berjalan di tengah-tengah kampus, 31 Agustus 2023.-Sahirol Layeli-Harian Disway-
 
Tanpa riset, kata Dicky, pendidikan tidak akan berkembang. Karena risetlah yang menentukan kualitas masing-masing kampus. “Jika suatu institusi bisa menunjukkan hasil riset melalui jurnal internasional, maka mereka menunjukkan kualitas pendidikan yang baik. Ini berlaku sebaliknya,” ujar pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) itu.
 
Menurut Dicky, pendidikan kampus harus mengacu pada sistem yang berhasil seperti negara maju. Selalu mengedepankan kreativitas, karakter, proses membangun, dan inovasi. 

 

Demikian pula dengan setiap penelitian. Harus inovatif sehingga punya manfaat yang lebih luas lagi. “Nah, skripsi inilah yang membantu mahasiswa berpikir kreatif dan inovatif. Melalui riset dan observasi, mahasiswa akan menjadi semakin terbiasa berpikir ilmiah,” tandasnya. (Mohamad Nur Khotib/Ribka Julia Brillianti)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: