Aturan Anyar Merdeka Belajar ala Nadiem Makarim (2) : Pro-Kontra Mahasiswa Pilih Skripsi atau Proyek...

Aturan Anyar Merdeka Belajar ala Nadiem Makarim (2) : Pro-Kontra Mahasiswa Pilih Skripsi atau Proyek...

MAHASISWA BERDISKUSI di depan rektorat Universitas Negeri Surabaya, Rabu, 30 Agustus 2023.-Ahmad Rijaludin Erlangga-Harian Disway-

Macam-macam respons mahasiswa terkait kebijakan tidak diwajibkannya skripsi kali ini. Banyak yang senang. Tetapi, ada juga yang tak siap.
 
SEBAGIAN mahasiswa memang menganggap skripsi sebagai momok. Menakutkan sekaligus menegangkan. Banyak dari mereka yang terpaksa molor kuliah hanya karena skripsi.
 
Tetapi, kini mereka baru saja merasa lega. Mendikbud Ristek Nadiem Makarim menerbitkan kebijakan anyar. Mahasiswa bisa lulus tanpa sidang skripsi. Asal menyetor proyek maupun prototipe yang diakui secara ilmiah.
 
Mahasiswa di Kota Surabaya sudah mengetahui kebijakan itu. Mereka punya beragam respons. Ada yang menganggap itu kabar baik dan buruk. Ada pula yang pasrah menerima.
 
“Saya sangat setuju kalau skripsi tidak wajib atau dapat dihapus sebagai syarat kelulusan,” ujar Roberto Nathaniel, Rabu, 30 Agustus 2023. Mahasiswa jurusan Akuntansi semester 7 Universitas Katolik Widya Mandala (UKWM) Surabaya itu memang tengah menghadapi skripsi. Ia lebih sreg dengan kompetensi lulusan berbasis proyek.
 
 
Sebab, imbuhnya, mengerjakan proyek bisa mengeksplorasi kreativitas dan kemampuan mahasiswa. Bahkan terasa lebih menggugah minat mahasiswa akhir semester sepertinya. Terlebih lagi, bisa meningkatkan kemampuan mereka melalui proyek tanpa merasa beban seperti saat mengerjakan skripsi.
 
Lain halnya dengan Hansdersen Hermes Irawan dari Universitas Surabaya. Mahasiswa S-1 jurusan Teknik Kimia ini menjalani saja apa yang terjadi nantinya. Baik skripsi maupun berbasis proyek.
 
Ia juga masih ragu. Belum tahu gambaran terkait proyek. Tetapi, baginya, skripsi memang belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan mahasiswa. “Skripsi memang dari dulu sudah ada. Tapi, mahasiswa akan mempertanyakan apa manfaat skripsi buat mereka nanti,” tandasnya.
 
Hans, sapaan akrabnya, mengusulkan opsi baru. Berharap berbasis proyek digabung dengan skripsi. Proyek dikerjakan dengan landasan teori yang ditulis lewat skripsi. “Jadi, secara tak langsung, proyek lebih melatih soft skill mahasiswa dalam komunikasi dan interaksi,” katanya.
 

DUDUK MELINGKAR, mahasiswa Universitas Trunojoyo berdialog dengan rekan-rekannya.-Zaky-Harian Disway-
 
Kebijakan tak wajib skripsi itu sebetulnya sudah berlangsung di sejumlah kampus. Kezia Stephanie Setiawati pun tahu dari kawannya di kampus lain. Mereka membuat proyek atau jurnal sebagai tugas akhir. Bukan lagi skripsi.
 
“Kuliah kan memang persiapan sebelum masuk dunia kerja,” ujar mahasiswi jurusan Ilmu Komunikasi UKWM Surabaya itu. Skripsi, kata Kezia, bisa dibilang sebagai tolok ukur pemahaman teori. Melihat kesesuaiannya dengan dunia nyata.
 
Tetapi, tugas berbasis proyek mungkin lebih aplikatif. Lantaran bisa berkaitan langsung dengan bidang studi yang ditekuni. Sehingga ilmunya pun langsung dikuasai.
 
Tak jauh beda dengan Ahmad Shevchenko Setiawan. Mahasiswa semester 5 jurusan Bahasa dan Sastra Inggris itu pun ragu dengan skripsi. Terutama apakah akan memberi dampak langsung terhadap mahasiswa. 

“Kalau berbasis proyek itu mungkin bisa mengembangkan daya eksplorasi mahasiswa. Manfaatnya juga panjang,” kata mahasiswa Universitas Airlangga itu. Sebaliknya, ia menilai kegunaan skripsi justru amat terbatas. Tidak bisa dimanfaatkan begitu lulus kuliah. 

Kelonggaran tugas akhir skripsi, tesis, dan disertasi itu disampaikan Nadiem saat meluncurkan Merdeka Belajar Episode ke-26: Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi. 
 

Kebijakan tersebut dibuat karena Nadiem melihat banyak kendala dialami mahasiswa maupun kampus. Khususnya terkait dengan tugas akhir. Mahasiswa program sarjana wajib membuat skripsi, mahasiswa program magister wajib publikasi dalam jurnal ilmiah terakreditasi, dan mahasiswa program doktor wajib publikasi dalam jurnal internasional bereputasi. 

Semua kewajiban itu sangat menyita waktu. Sehingga dianggap menghambat mahasiswa dan perguruan tinggi untuk bergerak luas. Merancang proses dan bentuk pembelajaran sesuai kebutuhan keilmuan dan perkembangan teknologi.

 

“Padahal, perguruan tinggi perlu menyesuaikan bentuk pembelajaran agar lebih relevan dengan dunia nyata,” kata Nadiem, dilansir dari kanal YouTube Kemendikbud Ristek, Selasa, 29 Agustus 2023. (Wehernius Irfon/Clarissa Sagitha Krisanti-Mohamad Nur Khotib)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: