ACARA jalan bareng Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar selalu penuh dengan lautan manusia. Namun, mengapa surveinya selalu nomor tiga.
Fenomena membeludaknya acara Anies tak hanya di luar Jawa seperti Makassar yang dianggap basisnya. Acara di Jawa seperti Malang, Sidoarjo, Magelang, dan Depok juga banjir massa.
Istilah Jusuf Kalla, di Makassar tak ada yang diangkut bus. Artinya, itu bukan pengerahan massa.
BACA JUGA: Duel Politik Dua Kubu Lama
BACA JUGA: Tim Sukses
Saat acara jalan bareng di Sidoarjo pertengahan Oktober, yang diklaim Muhaimin dihadiri 1,2 juta peserta, juga tak banyak bus. Parkir motor penuh di mana-mana yang berjarak paling dekat 2 kilometer dari panggung.
Di Medan juga meledak pesertanya. Semua acara Amin (Anies-Muhaimin) yang membeludak itu tetap tak berbanding lurus dengan hasil sejumlah lembaga survei.
Awal minggu ini, tiga lembaga survei (Indo Barometer, Poltracking Indonesia, dan Indikator Politik) mengumumkan hasil survei hampir bersamaan. Ketiganya mengeluarkan hasil yang sama.
BACA JUGA: Kerisauan Netralitas
BACA JUGA: Partai Relawan
Prabowo-Gibran urutan pertama. Ganjar-Mahfud kedua. Anies-Muhaimin paling buncit.
Suara Anies di tiga survei itu maju mundur di angka 20 persen.
Saya pun mengontak M. Qodari, peneliti yang mendirikan Indo Barometer. Mengapa Anies berkisar 20 persen. Padahal, massa yang datang di acaranya selalu membeludak?
”Jadi, struktur suara di pilpres bukan ditentukan oleh tiga calon yang ada. Hasil ini ditentukan oleh sikap masyarakat terhadap Jokowi. Yang puas dan tak puas terhadap Jokowi,” jelas Qodari.
BACA JUGA: Kabinet pun Bakal Berkubu