Partai Relawan
Ilustrasi Partai Relawan.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
ADA yang tak masuk dalam satu desain reformasi politik dua dekade lalu. Apa itu? Lahirnya kelompok relawan yang ikut menjadi penentu arah bangsa, terkait pasangan calon peserta pemilu. Sekelompok orang pendukung pasangan calon.
Barangkali terlintas pun tidak. Saat itu pasti tidak terlintas di benak semua tokoh reformasi tentang hadirnya instrumen politik yang berdiri sendiri dan bisa menjadi ”tentara” seseorang untuk mengawal pemerintahannya. Bahkan, menjadi semacam kelompok kepentingan yang digdaya.
Ketika reformasi politik terjadi, ada enam agenda utama. Enam agenda itu pun belum bisa dilaksanakan secara keseluruhan hingga sekarang. Ketika reformasi politik tersebut sudah melampaui lima kali pemilihan umum. Bahkan, ada ruang kembali ke masa sebelum reformasi.
BACA JUGA:Temui Relawan di Indonesia Arena, Prabowo-Gibran Bagikan Tekad Untuk Menyongsong Indonesia Maju
BACA JUGA:Eks Relawan Jokowi Copot Seragam saat Konsolidasi Ganjar-Mahfud MD di Surabaya
Apa enam agenda reformasi itu? Mengadili Presiden Soeharto beserta kroni-kroninya, amandemen Undang-Undang Dasar 1945, menghapus dwifungsi ABRI, menegakkan supremasi hukum, melaksanakan otonomi daerah seluas-luasnya, dan menciptakan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Tentu ada generasi yang belum tahu apa itu reformasi politik. Dalam sejarah Indonesia, reformasi politik terjadi dengan ditandai berakhirnya pemerintahan otoriter Soeharto selama 32 tahun. Generasi yang lahir setelah tahun 1998 belum tentu tahu peristiwa tersebut.
Reformasi politik semula dipicu oleh krisis ekonomi di seluruh dunia. Kemudian, terjadi ketidakpercayaan publik terhadap Presiden Soeharto. Reformasi politik itulah yang kemudian melahirkan keterbukaan politik yang bisa dinikmati generasi sekarang.
BACA JUGA:Sapa Relawan Ganjar-Mahfud, Puan Maharani Target Raih 60 Persen Suara di Jatim
BACA JUGA:Soal Relawan Projo Dukung Prabowo, Begini Respons PDIP
Semua orang tahu, tanpa reformasi politik itu, tak mungkin rakyat Indonesia bisa memilih presiden secara langsung. Tak mungkin bisa mengkritik secara bebas tentang pemerintahannya. Tak mungkin orang biasa dari rakyat semesta bisa menjdi presiden, gubernur, bupati, dan wali kota.
Karena itu, generasi yang mengalami masa tersebut tak ingin sistem politik Orde Baru hidup lagi. Mereka juga tak ingin benih untuk hadirnya kembali keadaan sebelum reformasi bersemi lagi. Pada umumnya, mereka ingin tata kenegaraan tetap berada dalam jalur pelaksanaan agenda utama reformasi.
Kita tahu bahwa belum semua agenda utama reformasi politik itu terlaksana. Dulu saya membayangkan, agenda reformasi itu akan terlaksana sepenuhnya setelah pemilu ketiga setelah reformasi politik. Namun, setelah pemilu ketiga, ternyata keseimbangan baru bagi ekosistem demokrasi belum terbentuk.
BACA JUGA:Relawan Jokowi Projo Resmi Dukung Prabowo, Ada Nama Ini di Baliknya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: