TAMAN Nasional Meru Betiri (TNKB) dikenal tersohor akan keindahan dan konservasi penyu terbesar. Saya dan tim Harian Disway datang ke kawasan itu. Tepatnya di Pantai Muara Mbaduk, Sarongan, Pasanggaran, Banyuwangi. Berkemah bersama 65 peserta Meru Betiri Service Camp (MBSC) XXIV.
Saya berangkat atas undangan dari panitia MBSC yang diselenggarakan Wadah Informasi Pecinta Alam se Eks Karesiden Besuki (WIPAB). Ajang penempaan kader lingkungan TNMB itu pernah digelar Sukamade di Banyuwangi, Bandealit dan Sanenrejo di Jember, sekarang kembali di Banyuwangi, tepatnya di Muara Mbaduk.
Bergabung bersama para peserta yang sudah memulai kegiatan sejak 16 November 2013, saya diajak masuk ke kawasan TNMB. Berkemah dan melihat kegiatan pelatihan yang diikuti peserta dari Jawa Timur bahkan dari Tasikmalaya. Kebanyakan mereka mahasiswa yang aktif dalam kegiatan pecinta alam.
BACA JUGA: Libur Akhir Tahun Tak Lama Lagi, Ini 7 Rekomendasi Wisata Alam di Jawa Timur yang Oke
Kebetulan redaktur Harian Disway Heti Palestina Yunani yang juga peserta MBSC 2018 itu didapuk sebagai pengisi materi jurnalistik lingkungan. Materi itu melengkapi pengetahuan tentang flora fauna TNMB, pengamatan burung, serta ekowisata dan interpretasi alam.
Tim Harian Disway bersama tim Meru Betiri Service Camp di depab tenda. Bercengkerama usai makan bersama. -MBSC-
Masih ada lagi tentang pengamatan masyarakat, teknik merekam data, aspek K3 dalam konservasi, karnivora besar, advokasi lingkungan, analisis vegetasi burung dan herbarium, hitung karbon, ekologi, kehutanan umum, hingga KSDAHE.
Saya tidak sendiri ke sana. Ada Julian Romadhon (Dhona), fotografer Harian Disway, dan seorang rekan kami Hisyam Kumkelo. Kami berangkat pagi pukul 5, pada 18 November 2023, untuk bisa tiba di lokasi sebelum pukul 14.00.
Menggunakan mobil milik Dhona. Perjalanan dari titik kumpul di Stasiun Gubeng, kami memilih tol Gunungsari. Terus melaju sampai melewati tol Sidoarjo. Sejauh itu perjalanan aman.
Ketika sampai di tol Pasuruan, posisi pengemudi berganti. Dhona ingin beristirahat sejenak. Gantian saya yang menyetir. Dua-tiga menit pertama masih aman. Saya tancap gas hampir 100 km/jam. Tapi rasanya mobil Dhona tak secepat biasanya. Lalu tiba-tiba terdengar suara keras.
BACA JUGA: 5 Destinasi Wisata Edukasi Surabaya yang Cocok untuk Rayakan Hari Pahlawan
Gemeratak, seperti benturan besi-besi. Makin lama suaranya makin keras. Sehingga Dhona dan Hisyam menyuruh saya untuk menepikan mobil. Saat menepi, mesin tiba-tiba mati. Distarter hidup, tapi kemudian mati lagi. Lalu Dhona menyuruh saya untuk men-starter sambil menginjak gas sampai maksimal.
"Duss...," terdengar suara letusan, lalu muncul asap putih dari celah-celah kap. Kap depan berasap. Mbeleduk. "Metu, metu (keluar, keluar, Red)," seru Dhona. Semua orang membuka pintu, lalu keluar. Saya belum bisa keluar karena tiba-tiba pintu macet. Sehingga saya keluar lewat pintu sebelah kiri.
Ketika dicek, ada tumpahan oli, dan ceceran besi serta baut. Jelas, mesin bagian bawah kap mobil Dhona jebol. Entah karena apa. Kami pun menghubungi jasa marga untuk memanggil mobil derek.
Dua petugas derek memperbaiki mobil Julian Romadhona yang rusak ketika berada di tol. -Julian Romadhon/HARIAN DISWAY-
Sekitar 15 menit kemudian, mobil derek datang. Dua petugasnya melakukan pengecekan. "Untung sudah menepi, Mas. Kalau tidak, bisa mogok di tengah jalan. Berbahaya," ujar salah seorang.
Betul, sebab mobil Dhona matic. Jika mesin pecah, maka otomatis ban mobil depan akan terkunci. Dalam kecepatan tinggi, itu bisa menyebabkan mobil terbalik atau berputar tak tentu arah.