Sulitnya Overmacht dan Noodweer

Selasa 19-12-2023,08:33 WIB
Oleh: Djono W. Oesman

Pernyataan Mahfud itu ”sakti”. Meski sekarang sibuk kampanye selaku cawapres mendampingi capres Ganjar Pranowo, ucapan Mahfud tetap bertuah. Bukti, kejaksaan langsung menerbitkan SKP2, membebaskan Muhyani.

Padahal, kalimat Mahfud itu sangat hati-hati. Sebab, Mahfud tidak menangani langsung perkaranya. Ada kalimat: ”Tinggal pembuktiannya, apakah betul ia (Muhyani) terpaksa.”

Yang dahsyat, di wawancara wartawan itu, Mahfud cerita soal perkara mirip itu, dulu, tahun 2018. Mahfud sampai lapor Presiden Jokowi. Lantas, Jokowi, menurut Mahfud, memerintah Mahfud mengurus pembebasan tersangka pembunuh begal.

Nama tersangkanya (waktu itu) Mohamad Irfan Bahri. Pemuda asal Madura yang rekreasi ke Bekasi bersama teman Madura juga, bernama Rifki. 

Rabu tengah malam, 23 Mei 2018, mereka berdua jalan kaki di jembatan Summarecon, Bekasi. Jembatan khusus menuju perumahan elite Summarecon. Jembatan itu indah. Dari atas jembatan pada malam hari, tampak kerlip aneka lampu di Bekasi. Mereka jalan sambil foto-foto dengan kamera HP.

Tahu-tahu sepeda motor berhenti, mendekati mereka. Dua pemuda berboncengan turun dari motor, mendekati dua pemuda Madura itu. Salah satunya mengeluarkan celurit. Mereka memaksa Irfan dan Rifki menyerahkan HP. Rifki menyerahkan, tapi Irfan tidak.

Pembegal menyerang Irfan dengan celurit. Irfan yang pesilat bisa menghindar. Mereka duel secara tidak seimbang. Pembegal tak tahu bahwa Irfan pesilat. Juga, asal Madura atau tempat asal senjata yang dimainkan begal.

Pada suatu momen, Irfan berhasil memegang tangan begal yang pegang celurit. Lalu, gagang celurit dibetot Irfan, celurit berpindah tangan. Dibacokkan ke begal berkali-kali. Tewas di tempat. Begal satunya kabur naik motor.

Esoknya Irfan ditangkap aparat Polres Bekasi. Ditetapkan sebagai tersangka pembunuh dan ditahan.

Mahfud: ”Mendengar perkara itu, saya lapor ke Pak Presiden Jokowi. Saya laporkan: Pak, ini enggak benar. Menurut undang-undang, orang yang begini tidak bisa dihukum.”

Mendengar itu, Jokowi menugaskan Mahfud mengurusnya. Sesuai peraturan hukum yang berlaku. 

Mahfud: ”Ee… Besoknya si Irfan dinyatakan bebas. Malah diberi piagam penghargaan oleh Polri karena telah membantu penegakan keamanan di masyarakat.”

Jadi, perkara yang kelihatan sepele itu sebenarnya rumit. Menimbulkan beda pendapat, beda penerapan hukum. Antara polisi di satu sisi dan kejaksaan di sisi lain. Ada juga pihak menko polhukam dan presiden di pihak yang sama dengan kejaksaan. Perkara itu rumit. Kalau tidak rumit, mustahil sampai dilaporkan ke presiden.

Sekarang terjadi lagi. Sudah enam tahun berlalu kasus Irfan, kini bentuk yang serupa menimpa Muhyani. 

Pasti, aparat penegak hukum paham overmacht dan noodweer (keduanya bahasa Belanda, KUHP jiplakan dari hukum Belanda). Sebab, itu tugas sehari-hari aparat penegak hukum. Tapi, menafsirkan dua istilah itu dalam suatu tindakan seseorang calon tersangka bisa beda pendapat.

Mungkin, perlu duduk bersama di antara aparat penegak hukum untuk membahas itu. Untuk dirumuskan bersama, batasan-batasan penafsirannya. Juga, koridor bukti-bukti hukum yang diperlukan. Untuk dicapai kesimpulan. Sebagai pedoman bersama. 

Kategori :