HARIAN DISWAY - Lukisan-lukisan Karyono tampak rumit. Sekilas seperti kubisme, tapi ada juga unsur dekoratifnya. Tetapi dari semua itu, karya Karyono mengungkap sisi spiritualitas. Juga berbagai filosofi hidup yang telah dijalankan oleh nenek-moyang pada zaman dahulu.
Seperti karakter rambutnya yang ikal, bergerai panjang tapi rapi. Lukisan-lukisan Karyono pun berisi garis-garis yang beragam. Terurai, kadang silang-sengkarut, tapi membentuk satu kesatuan yang harmonis.
Sekilas mirip seperti karya-karya Picasso yang cenderung kubisme. Terdiri dari aneka bidang geometris yang membentuk wujud, atau karakter tertentu. Atau seperti mozaik lukisan kaca abad pertengahan. Lengkap dengan pesona efek kacanya yang membentuk bidang-bidang.
BACA JUGA:Pameran Lukisan oleh Komunitas Art Continuous: Sebuah Implementasi Lain Pahlawan
Lukisan dengan karakter itu diwujudkannya berkat diskusi para perupa tentang garis. "Jadi dulu, awalnya kawan-kawan banyak yang meributkan masalah garis. Ada garis yang dikatakan salah, garis yang benar seperti ini-itu, dan sebagainya. Bagi saya, garis tak ada yang salah," ujarnya.
Karyono menyebut bahwa garis bersifat bebas. Meski seorang perupa membentuk garis yang tak sesuai, itu masih bisa diperbaiki. Karya-karyanya itu dibentuk tanpa pola. Langsung menggunakan dasaran dari akrilik, kemudian ia bermain garis dengan leluasa, menggunakan pensil kaca.
Seperti karyanya berjudul Meniti Pawitra. Sebuah bangunan candi yang besar dengan ornamen rumit di tiap dindingnya. Di bagian belakang terdapat bangunan gemuk yang meruncing ke atas. Seperti candi atau kuil-kuil yang ada di India.
Lukisan Karyono yang berjudul 'Meniti Pawitra' tampak megah dengan bangunan candi yang besar, dihiasi ornamen yang rumit di setiap dindingnya, terlihat seperti gambar candi, menandakan spiritualitasnya dalam berkarya. -Heti Palestina Yunani-Guruh Dimas Nugraha--
Di bagian bawah, terdapat beberapa orang dengan rambut bergelung dan kain yang terselempang di pundak. Bagian kiri atas terdapat cercahan sinar yang masuk, berpadu bersama garis-garis vertikal yang seakan menetes dari atas.
Karyono berbicara tentang spiritualitas. Sebagaimana karya-karyanya yang lain. Lewat Meniti Pawitra, Karyono mengungkapkan bahwa spiritualitas adalah esensi utama dalam hidup, dan yang menjadi pegangan manusia sejak masa lampau.
BACA JUGA:Sambut Hari Kota Dunia, Pameran Lukisan Beyond Vision: Budaya Turut Membangun Kota
"Leluhur mengekspresikannya dalam kuil atau candi-candi yang memiliki ornamen apik. Sebagai tanda bakti terhadap Tuhan. Juga, manusia senantiasa mendamba sisi spiritual dalam dirinya. Sehingga pawitra dibangun pula untuk tujuan bersemadi, atau berdoa," ungkap perupa asal Pasuruan itu.
Pawitra artinya tempat suci untuk memuja Tuhan, dewa atau ruh suci. Namun, Meniti Pawitra jika ditafsirkan dapat memiliki makna lain yang masih berhubungan dengan leluhur Nusantara.
Para leluhur zaman lampau, mengunjungi berbagai kuil atau tempat pemujaan hingga ke India. Bentuknya sesuai dengan bangunan yang dilukis Karyono. Di sana mereka belajar seni arsitektur untuk membangun candi dengan kemegahan yang sama di Nusantara.
Lukisan 'Puncak Ketinggian' menggambarkan dagoba Buddha dengan elemen candi Hindu dan kubah masjid. Garis melengkung tipis menciptakan kesan elegan dari atas hingga ke bawah. -Heti Palestina Yunani-Guruh Dimas Nugraha-
Tapi leluhur pada era Hindu-Buddha tidak serta-merta membangun candi yang sama persis dengan bentuk bangunan candi di India. Mereka menciptakan karakternya sendiri. Dari berbagai sumber, lokasi uji coba para arsitek candi ada di dataran Dieng di Jawa Tengah.