HARIAN DISWAY - Akan sulit melihat perempuan cantik ini bersungut-sungut. Rasanya, semua yang terjadi dalam hidupnya, baik dan buruk, selalu dirangkulnya dengan “mesra”. Itu rupanya karena ada satu kunci penting yang dipegang Dr Meithiana Indrasari ST MM.
“Do the best and let Allah do the rest,” ujarnya, mantap. Senada dengan yang ditegaskan Zhuge Liang (181–234), ahli strategi masyhur zaman Samkok, ”谋事在人,成事在天” (móu shì zài rén, chéng shì zài Tiān): manusia mengikhtiarkan, Tuhan menentukan.
Motto itu bukan omong kosong. Dengan menyerahkan segalanya kepada Allah, senyum perempuan kelahiran Surabaya, 5 Mei 1978, ini memang tak pernah hilang. Bahkan ketika Sekretaris Yayasan Pendidikan Cendekia Utama ini harus melewati masa-masa yang berat. Seperti tahun lalu. Tahun itu disebutnya sebagai masa ’'kuat enggak kuat harus kuat’'.
“Ya sebab itu tahun kekecewaan, tahun kerelaan, tahun keikhlasan dan tahun pasrah. Tapi tahun itu juga saya ditunjukkan yang mana cinta dan yang mana kemunafikan. Karena Allah, semua telah memberi saya kekuatan baru,” ujarnya.
Pun ketika ada yang lebih berat sebelum itu. Kesedihannya pernah lebih dalam saat ayahnya mendapatkan guncangan besar. Sebagai anak perempuan, dia berusaha berpikir jernih agar cobaan berlalu dengan hasil baik. “Lagi-lagi motto itu bagai magic. Alhamdulillah permasalahan berlalu,” katanya.
Meithiana makin tak gusar lagi karena setiap guncangan hidup itu ternyata selalu berujung kebaikan. “Contoh kecil, ketika saya sebagai dosen terlalu aktif menonjol di media sosial hingga ditegur pimpinan, eh tidak lama saya malah jadi wakil rektor bidang kerja sama promosi dan marketing di Unitomo,” papar ibu tiga anak itu.
Artinya semua akan berhikmah. Selama itu diserahkan kepada-Nya. Prinsip itu buat Meithiana sangat berdaya untuk membuatnya tetap semangat melakukan apa saja selama bermanfaat. Apalagi mengingat dalam usia produktif seperti sekarang, Meithiana merasa makin punya banyak hal menarik yang ingin dikerjakan.
Methiana sadar bahwa tidak semua hal di dunia ini bisa didapatkan dengan mudah. “Tahu kan, makin tinggi makin kencang pula anginnya. Bahkan yang sudah berusaha berdarah-darah pun bisa gagal. Sehingga saya perlu berpegang pada-Nya agar selalu ikhlas dan bersyukur,” ungkap perempuan yang mengaku punya darah Tionghoa dari ayah dan ibunya itu.
Agar selalu semangat, Methiana ternyata mendorong dirinya terus bergerak. Buatnya, tak ada kata berhenti. Tak heran, selain menjadi istri dan ibu, kesibukannya di berbagai lembaga pendidikan dan organisasi sangatlah tinggi. “Apalagi jiwa marketer saya ini besar. Bikin saya selalu mencari daily deadline dan daily target. Konsep kerja saya juga tersistem. Ya itulah cara saya do the best. Dan, let Allah do the rest,” tandasnya. (Heti Palestina Yunani)