Jalur Alternatif
Antusiasme para jamaah yang luar biasa untuk bisa beribadah di Raudhah terkadang membuat sebagian jamaah nekat memilih jalur alternatif. Menurut ketentuan, jika jamaah ingin beribadah di Raudhah, mereka yang tidak lewat jalur travel resmi terlebih dahulu harus mendaftar lewat aplikasi nusuk.
Namun, kalau mendaftar lewat aplikasi nusuk, tentu jadwalnya akan ditentukan otoritas yang berwenang dan ada beberapa prosedur yang harus dilalui. Bagi jamaah yang tidak mau repot, biasanya mereka enggan mendaftar lewat aplikasi nusuk dan memilih jalur potong kompas.
Ada dua kelompok jamaah yang terkadang memilih jalur potong kompas. Pertama, jamaah yang sudah pernah ke Raudhah, tetapi belum lewat satu tahun sehingga tidak bisa lagi masuk ke Raudhah.
BACA JUGA: The Other Side of Umrah (2): Berdoa di Tanah Suci untuk Kolega
Kedua, kelompok jamaah mandiri yang berangkatnya tidak mendaftar resmi lewat travel. Nama mereka tidak tercatat dalam tasyrih sehingga untuk bisa masuk ke Raudhah, mereka harus mendaftar lewat aplikasi nusuk.
Saat jamaah tidak mau mendaftar lewat aplikasi itu, untuk menyiasati, tidak jarang ada jamaah yang rela mengeluarkan uang ekstra.
Mendaftar lewat aplikasi nusuk, sebetulnya jamaah tidak dikenai pungutan sepeser pun. Namun, kalau mendaftar lewat jalur resmi ke pemerintah Arab Saudi, mereka akan mendapatkan tasyrih, dan itu harus membayar 30 riyal per orang.
BACA JUGA: The Other Side of Umrah (1): Bersikap Ikhlas Ternyata Tidak Mudah
Jamaah yang namanya terdaftar dalam tasyrih, status mereka resmi dan pasti bisa masuk ke Raudhah. Meski demikian, tidak mudah untuk mendapatkan izin resmi jika jamaah melakukannya tergesa-gesa dan seketika.
Menurut cerita, pada 2023 pernah terjadi kasus jamaah yang ingin namanya tercantum dalam tasyrih lewat jalur alternatif, tetapi ternyata justru menjadi korban praktik penipuan.
Barcode dalam tasyrih untuk tiket masuk ke Raudhah ternyata dipalsukan. Ceritanya, waktu itu ada 12 jamaah yang ingin beribadah di Raudhah bersama-sama.
Namun, yang terdaftar resmi dalam tasyrih ternyata hanya 7 orang. Sedangkan barcode 5 jamaah ternyata dipalsukan. Mereka tidak tercatat resmi dalam tasyrih.
BACA JUGA: Umrah dan Kelangkaan Vaksin Meningitis; Harus Segera Produksi Mandiri
Akibatnya, bukan hanya mutawifnya yang diperiksa petugas keamanan, kasus itu juga dilacak lebih dalam dan terungkap bahwa praktik culas pemalsuan barcode tasysrih ke Raudhah dilakukan sindikat dari negara tertentu.
Mereka memanfaatkan antusiasme jamaah yang begitu tinggi agar dapat beribadah di Raudhah untuk memetik keuntungan material. Barcode ke Raudhah diperdagangkan layaknya komoditas bisnis.