BACA JUGA: Surat Gen Z untuk Capres 2024, Dikirim dari SMAN 1 Krembung Sidoarjo
"Mereka tegas, regulasi jelas dan tepat. Ada punishment juga. Di sisi lain, gerakan masyarakat konsisten. Dan kelompok kecil itu sangat konsisten menerapkan. Jadi selesai berbasis masyarakat," jelasnya.
Hanie menilai, jika sudah ada peraturan memang tidak serta merta diterapkan. Jadi harus ada evaluasi dan monitoring, fungsinya untuk mempertajam isi peraturan itu sendiri.
Dia mencontohkan, aturan pembatasan single use plastic seharusnya ada evaluasi dan pengembangan terus menerus. Masyarakat didorong tak hanya berhenti menggunakan single use plastic tapi juga turunannya misal straw dan stereofom.
"Evaluasi, monitoring dan perkembangan. Harus dikencangkan. Kita sudah terlanjut dikasih gratis. Tenant dan warung juga diatur," ujarnya.
Lebih lanjut, Hanie menjelaskan sampah yang sudah dipilah akan dibawa petugas ke tempat pengolahan sampah. Di lokasi tersebut, sampah masih dipilah untuk mengurai kebocoran sampah. Karena tetap ada sampah yang tidak sesuai klarifikasi.
"Jadi sampah yang tercampur dipilah lagi. Misal ada plastik kresek terbawa. Dipilah alat tapi juga ada manusia yang manual tapi gak banyak. Lalu sampah di-press, siap dibawa ke pengolahan selanjutnya untuk dijadikan barang lain-lain," paparnya.
Hanie berharap Pemerintah Kota Surabaya bisa memperkuat regulasi tentang 3R sejak dari rumah tangga. Oleh-oleh dari Jepang ini juga akan terus disosialisasikan di lingkungan kampung maupun sekolah-sekolah.
Hanie tidak akan berhenti untuk mengedukasi masyarakat. Memang berat, tapi jika tidak dilakukan terus menerus tak akan pernah ada hasilnya. (Wulan Yanuarwati)