Korupsi sebagai Problem Budaya

Selasa 13-02-2024,01:32 WIB
Oleh: Purnawan Basundoro

TRANSPARENCY International Indonesia (TII) baru saja merilis skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia untuk tahun 2023. Hasilnya tidak mengejutkan bagi masyarakat Indonesia, stagnan di angka 34 (nilai maksimal 100). 

Peringkat Indonesia merosot drastis dari ke-110 (dari 180 negara) pada tahun sebelumnya menjadi ke-115. Sebelumnya skor Indonesia marosot dari skor 38 dan peringkat ke-96 pada tahun 2021 menjadi skor 34 dengan peringkat ke-110 pada 2022. 

IPK Indonesia yang terus merosot menunjukkan bahwa para koruptor ternyata tidak pernah menjadikan hukuman kurungan pada koruptor-koruptor sebelumnya sebagai efek jera. 

BACA JUGA: Capres Bervisi Memberantas Korupsi

Hukuman kurungan rendah yang diikuti dengan fasilitas pengurangan masa pidana (remisi) yang bisa didapatkan setiap tahun justru menjadi pembelajaran bagi para koruptor bahwa tindak pidana korupsi bukanlah hal yang membahayakan. 

Selepas dari kurungan, mereka masih bisa mendapatkan hak-hak wajar sebagai warga negara, selain tentu saja mendapatkan sisa harta hasil dari kejahatannya. 

Mereka masih mendapatkan hak politik yang sama dengan warga negara biasa, yang dengan haknya tersebut tetap bisa menduduki jabatan publik tanpa batas. Dengan demikian, pemidanaan para koruptor bukannya menjadi alat pencegah tindak pidana korupsi. 

BACA JUGA: Mengapa Korupsi Marak?

Sebaliknya, penjara malah menjadi tempat untuk mempertontonkan kepada masyarakat bahwa korupsi bukanlah hal yang membahayakan para pelakunya.

 

TELANJUR MENJADI BUDAYA

Tindak pidana korupsi yang tidak pernah bisa dihentikan sejak berpuluh-puluh tahun lalu menunjukkan bahwa kejahatan jenis ini telah menjadi bagian dari budaya. 

Istilah budaya korupsi di Indonesia memang belum populer dan mungkin tidak disetujui para budayawan. Namun, kita bisa menggunakan analogi yang dibuat oleh penulis Amerika Serikat, Michelle Malkin, dalam bukunya yang berjudul Culture of Corruption: Obama and His Team of Tax Cheats, Crooks, and Cronies (2009). 

BACA JUGA: Polemik Korupsi Lelaki-Perempuan

Buku tersebut mengeklaim bahwa selama Barack Obama menjadi presiden telah terjadi puluhan kali tindak pidana korupsi di Amerika Serikat (AS) yang dilakukan para penghindar pajak, kroni-kroni Wall Street, penjahat kecil, penguasa daerah kumuh, dan pelaku bisnis. 

Kategori :