Dikutip dari buku karya Malcolm Howe yang berjudul Wellington’s Batons, British Historical Society of Portugal, disebutkan, baton sword adalah pedang yang zaman dulu biasa dipakai prajurit Eropa. Bentuknya seperti tongkat.
BACA JUGA: Kesal Ditagih Utang, Warga Jember Main Tusuk
Disebutkan, melalui penelusuran sejarah, baton sword dibikin atas inspirasi senjata gada yang dulu digunakan para prajurit kerajaan Firaun. Kemudian, senjata gada jadi kurang efektif sejak diciptakan pakaian pelindung prajurit dari besi.
Diperkirakan, baton sword dijadikan senjata prajurit sejak abad pertengahan akhir atau sekitar tahun 1300-an di Eropa. Tapi, kini di Indonesia banyak dijual di toko online. Harga bervariasi.
Sesungguhnya, kematian RA bukan soal akibat pedangnya. Melainkan, tertusuk jantung. Jantung ditusuk benda tajam apa pun, pasti orangnya bakal mati.
BACA JUGA: Bocah yang Dicolok Tusuk Pentol di Gresik Sudah Berani Mengungkap Identitas Pelaku
Namun, polisi menyidik, apakah sehari-hari tersangka selalu membawa pedang itu? Dan, mengapa?
Bagi ilmuwan yang berkarya demi kebaikan masyarakat, soal senjata pembunuhan tidak penting. Terpenting, mengapa seseorang bisa membunuh orang lain? Bahkan, karena hal sepele?
Dikutip dari Time Magazine, 10 April 2015, berjudul Here’s What Happens in the Brain When People Kill, disebutkan bahwa berdasar riset psikologi, orang menjadi jahat terhadap orang lain itu tidaklah gampang. Atau, semua orang pada dasarnya bersifat tidak jahat. Sebab, tidak jahat adalah sikap yang lebih mudah jika dibandingkan dengan sebaliknya.
BACA JUGA: Kesal Dirundung, Siswa SMA Tusuk Teman
Berdasar riset, semua penjahat harus mengatasi banyak jaringan saraf otak yang kuat untuk bisa melakukan kejahatan.
Otak manusia diberi kode untuk belas kasih, rasa bersalah, rasa sakit empatik yang menyebabkan orang yang menyakiti orang lain, akan merasakan tingkat penderitaan yang dalam banyak hal, setara dengan apa yang dialami korban.
Time mengutip studi baru yang diterbitkan jurnal Social Cognitive and Affective Neuroscience, bahwa ilmu pengetahuan sudah selangkah lebih dekat untuk memahami, apa sebenarnya yang terjadi di otak seorang pembunuh.
Meski psikopat tidak tinggal diam terhadap sains dan orang biasa tidak bisa dibuat berpikir begitu kejam, hampir semua orang bisa membayangkan, bagaimana rasanya melakukan pembunuhan legal seperti yang terjadi dalam perang.
Berdasar itu, orang yang membunuh orang lain, pasti di otak pelaku sudah melewati liku-liku hambatan dan kesulitan. Setelah calon pembunuh bisa melewati kesulitan tersebut, dia akhirnya melaksanakan niat pembunuhan. Ada proses yang sangat rumit dan terasa ”berat” dilakukan oleh pelaku.
Pertanyaannya, mengapa orang begitu gampang membunuh, bahkan untuk sebab peristiwa yang sangat sepele?