Unair Gelar Pengabdian Masyarakat Internasional

Rabu 01-05-2024,11:10 WIB
Reporter : Imron Mawardi*
Editor : Yusuf Ridho

Sebagian adalah kampus-kampus papan atas seperti The University of Western Australia, Notre Dame University, dan Griffith University. Dari Asia Tenggara ada  Prince of Songkla Thailand dan kampus-kampus terbaik di Malaysia seperti Universiti Malaya, Universiti Teknologi Malaysia, Universiti Kebangsaan Malaysia, dan Universiti Putra Malaysia. 

Pekan ini Unair bersama Universitas Brawijaya dan Universitas Malang juga menggelar pengabdian masyarakat (pengmas) internasional di Johor Bahru, Malaysia. Kali ini bekerja sama dengan Universiti Teknologi Malaysia (UTM) Johor dan Konsulat Jenderal RI di Johor. Sasaran utama pengabdian itu adalah pekerja migran Indonesia (PMI) dan anak-anak PMI.

Banyak permasalahan yang dihadapi PMI, baik yang legal maupun ilegal. Para pekerja pabrik dan kebun, misalnya, tidak memiliki bekal untuk bisa hidup dengan baik saat pulang nanti. Karena tak memiliki keahlian, mereka enggan pulang. Padahal, pekerja migran hanya dibatasi maksimal 10 tahun bekerja di Malaysia.

Keengganan pulang para PMI itu akan menjadi persoalan serius di Malaysia. Sebab, jika tidak pulang dan telah melebihi batas maksimal sebagai pekerja migran, akhirnya mereka bisa menjadi pekerja ilegal. Itu, salah satu penyebabnya, mereka tidak memiliki skill untuk mencari nafkah saat harus pulang ke Indonesia. 

Untuk itu, Unair berusaha memenuhi harapan para pekerja migran dengan melakukan literasi digital. Puluhan pekerja pabrik dan kebun sawit diberi pelatihan digital agar bisa menjadi bekal wirausaha saat pulang. Juga, agar mereka tidak teperdaya oleh berbagai tawaran kerja dan investasi melalui berbagai platform digital yang bisa menjebak mereka.

Selain PMI legal, persoalan yang juga cukup serius adalah pendidikan anak-anak PMI yang tidak memiliki dokumen kependudukan. Mereka adalah anak-anak PMI, baik PMI legal maupun ilegal, yang status anak-anak itu adalah WNI tanpa dokumen. Baik dokumen dari pemerintah Indonesia maupun pemerintah Malaysia. 

Jika tidak dicarikan solusi, saat berusia 18 tahun, mereka akan menjadi masalah di Malaysia karena tidak memiliki dokumen keimigrasian. 

Selain itu, kali ini Unair juga melakukan pengabdian di bidang kesehatan. Anak-anak PMI yang tergabung dalam komunitas belajar tidak memiliki literasi yang baik di bidang kesehatan. Sementara itu, karena berstatus ilegal, mereka tidak mungkin memperoleh perhatian dari pemerintah Malaysia. 

Konjen juga tak memiliki kemampuan untuk menjangkau kesehatan anak-anak PMI itu sehingga kehadiran Unair begitu penting bagi mereka. Pada pengmas internasional ini, Unair menerjunkan belasan dosen dan mahasiswa. 

Program pengmas internasional tidak hanya dilakukan di luar negeri. Unair sendiri menggelar pengmas internasional di Gili Iyang, Sumenep, dan Pulau Bintan. Di Sumenep, Februari lalu, pengmas digelar fakultas teknologi maju dan multidisiplin (FTMM). 

Program itu melibatkan dosen dan mahasiswa dari Malaysia dan mahasiswa asing dari kampus-kampus Indonesia. Unair membantu pemanfaatan energi tenaga surya untuk pengembangan wisata di pulau kecil Gili Iyang. Pulau itu terkenal karena disebut memiliki oksigen terbaik di dunia. 

Ke depan, WUACD terus dikembangkan dengan menggandeng lebih banyak kampus di berbagai negara. Program itu diharapkan membantu percepatan pencapaian tujuan-tujuan sustainability development goals (SDGs) dengan memanfaatkan hasil riset berbagai kampus dunia untuk ikut serta menyelesaikan problem global: kemiskinan, pendidikan, kesehatan, dan lingkungan untuk mencapai kesejahteraan bersama. (*)

*) Imron Mawardi adalah wakil dekan Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin (FTMM) dan dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga 

 

Kategori :