HARIAN DISWAY - Sekitar 500 tahun sebelum Yesus Kristus lahir, Lao Tzu, pendiri filsafat aliran Taoisme, mengajarkan kita untuk "顺其自然" (shùn qí zì rán): hidup mengikuti ke mana alam membawa.
Lalu, kira-kira 300 tahun sebelum Yesus Kristus lahir, Zenon, filsuf Yunani dari Kition, mendirikan aliran filsafatnya yang disebut sebagai Stoisisme.
Dua aliran filsafat yang terpisah tidak hanya oleh waktu tapi juga oleh jarak itu, satunya di Timur satunya di Barat, punya satu kesamaan. Yaitu, sama-sama mengajarkan kita untuk hidup selaras dengan alam.
Caranya bagaimana? Lao Tzu menyarankan kita untuk menjalankan laku hidup "无为" (wú wéi), yang boleh-boleh saja bila Anda ingin menerjemahkannya dengan bahasa kekinian: woles ae, santai aja.
Sedangkan Epictetus, filsuf yang mazhab Stoisismenya berkembang pada abad kedua Masehi, menyarankan kita untuk bisa membedakan mana hal-hal yang berada di dalam kendali/kekuasaan kita (within our power) dan mana hal-hal yang di luar kendali/kekuasaan kita (outside our power).
Adapun yang di dalam kendali/kekuasaan kita, misalnya usaha kita untuk berbuat baik kepada sesama. Sementara yang di luar kendali/kekuasaan kita ialah bagaimana orang lain berpendapat atas perbuatan baik kita ini.
Kita mungkin berharap orang lain akan kagum atau senang akan perbuatan baik kita itu, tetapi kita tak bisa apa-apa kalau orang lain justru memberikan penilaian sebaliknya.
Kalau kita sudah bisa "wú wéi" akan hal-hal yang di luar kendali/kekuasaan kita, kita akan bisa hidup bahagia. Bila tidak, Anda perlu sadari bahwa itu adalah salah satu penyebab utama kenapa Anda galau melulu bawaannya.
Laku hidup ala filsuf Stoisisme atau Taoisme itulah yang mungkin sedang coba dijalankan Muhammad Rifaat Afdhally. Konsultan pendidikan di Indonesia Tionghoa Culture Centre (ITCC) yang didirikan Founder Harian Disway Dahlan Iskan.
BACA JUGA:Cheng Yu Pilihan Ilusionis Peraih Merlin Award Gangga Mascoditos: Quan Xin Quan Yi
Ia memegang moto, "Tidak ada seorang pun yang menyakitiku, hanya ekspetasiku yang terlalu tinggi terhadap orang lain." Pengalaman hidup Rifaat yang menjadikan alumni Zhejiang University, salah satu kampus terbaik Tiongkok, itu sampai pada kesimpulan begitu.
Ia mengaku pernah hidup sangat berkecukupan dengan bermain sinetron dan beberapa film layar lebar. Kendati banyak yang telah ia capai, tapi rasanya tetap hambar, karena ia hidup dalam penilaian orang lain.
"Akhirnya saya mengerti betapa harusnya saya sendirilah yang harus menghargai dan mensyukuri pencapaian saya," ujar pria yang akrab disapa Xiao Long ini.