SURABAYA, HARIAN DISWAY - Pada malam awarding Surabaya Tourism Awards (STA) 2024, tim dosen Universitas Ciputra (UC) membawa buku karya mereka yang berjudul Penguatan Place Identity Kawasan Kya-Kya Surabaya: Ide Aktivasi Place Branding.
Sebelum pengumuman pemenang kategori objek wisata dan hotel dalam STA 2024, tim dosen UC menyerahkan buku tersebut pada Asisten Perekonomian dan Pembangunan Kota Surabaya Agus Imam Sonhaji. Agus mewakili Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi.
"Buku itu kami tulis bersama dalam rangka menghidupkan kembali kawasan Pecinan di Kapasan, khususnya pada malam hari," jelas Agoes Tinus Lis Indrianto, dekan School of Tourism UC, yang juga merupakan salah seorang penulis buku tersebut.
BACA JUGA:Senam Dahlan Iskan dan Talk Show Orthopaedi Ramaikan Awarding STA 2024 Hari Pertama
Tim dosen Universitas Ciputra rilis buku penguatan identitas Kya-Kya di Surabaya. Tampilan cover buku karya tim dosen UC yang diserahkan saat awarding STA 2024.-M Azizi Yofiansyah-HARIAN DISWAY
Ia menyebut bahwa penelitian yang dilakukan bertujuan untuk merumuskan strategi revitalisasi sense of place di kawasan Kya-Kya, Surabaya, dengan fokus pada faktor fisik dan sosial.
"Proses penelitian melibatkan beberapa tahap, mulai dari observasi dan dokumentasi, wawancara dan konfirmasi, hingga penyusunan dan validasi strategi," jelas Astrid Kusumawidagdo, salah seorang penulis buku sekaligus dekan Fakultas Industri Kreatif UC.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa untuk faktor fisik, diperlukan peningkatan kawasan parkir, pencahayaan, pemeliharaan arsitektur, serta penambahan aksesori dan street furniture.
BACA JUGA:Ingin Tampil Glowing? Ini Kunci Riasan Korean Look ala NUFACE di STA 2024
Sedangkan dari sisi sosial, strategi promosi dan kesinambungan sejarah dari kawasan tersebut juga perlu diperkuat.
"Semua temuan ini kemudian divisualisasikan menjadi ide aktivasi identitas tempat melalui gambar sketsa dan teknologi kecerdasan buatan (AI)," ujar Agoes.
Pecinan, kawasan yang sejak zaman penjajahan Belanda telah menjadi tempat pemukiman masyarakat Tionghoa. Kawasan itu memiliki sejarah panjang di Indonesia.
BACA JUGA:Praktik Make-Up dan Pementasan Seni di Surabaya Tourism Awards 2024 Hari Kedua
Kebijakan kolonial ketika itu memisahkan warga dari suku tertentu dalam titik-titik pemukiman. Seperti masyarakat Tionghoa di Pecinan, yang kemudian mengembangkan gaya hidup yang menyerupai kampung halaman mereka.
Itu menciptakan karakteristik unik yang berbeda dari kawasan lain, baik dari segi penduduk, arsitektur, tata jalan, maupun tatanan sosial-budaya.