Emosi, Bakar Suami sampai Mati

Selasa 11-06-2024,09:51 WIB
Oleh: Djono W. Oesman

BACA JUGA: Kebakaran Lapas, soal Kunci Sel

Cekcok memuncak, Fadhilatun menyergap Rian, langsung memborgol satu tangan Rian, dikaitkan ke tiang di garasi rumah. Rian terkunci. Saat itulah Fadhilatun menyiramkan bensin. Kena wajah dan sekujur badan Rian.

Nyaris tanpa jeda, Fadhilatun menyulut tisu dengan korek api. Lantas, dilemparkan ke Rian. Busss.... Api langsung membesar. Rian tak berdaya. Ia menutup wajah yang terbakar dengan satu tangan. Dalam beberapa detik, ia kelojotan. 

Saat itulah Fadhilatun tersadar. Dia panik, menyiram kobaran api dengan air. Namun, api terus berkobar. Para tetangga berdatangan ikut membantu. Dan, ketika api padam, Rian sudah gosong parah. Ia pingsan. Kemudian, dilarikan ke RS.

Minggu, 9 Juni 2024, pukul 12.55 WIB, Rian meninggal. Sorenya langsung dimakamkan di desa kelahirannya di Makam Umum Dusun Sambong, Desa Sumberejo, Jombang. Pemakaman secara dinas kepolisian oleh Polres Jombang.

Kombes Dirmanto: ”Tersangka kami kenai pasal KDRT. Tapi, sekarang masih dalam perawatan psikiater karena syok berat.”

Sangat disayangkan. Pasutri sesama polisi itu kebanggan warga desa setempat. Almarhum Rian dikenal sebagai polisi yang baik. Karakternya pendiam, murah senyum kepada para tetangga. Fadhilatun dikenal sebagai polisi yang tegas, sekaligus ibu yang penyayang anak-anak. Dia pasti sangat kesal ketika tahu gaji suami terkuras segitu, yang semestinya untuk biaya hidup keluarga.

Tragedi terjadi akibat ledakan emosi. Semua orang emosi, tindakannya tidak lagi rasional. Sangat berbahaya buat orang di sekitar, termasuk anggota keluarga.

Dikutip dari Psychology Today, 13 Januari 2023, berjudul The Psychology of Preventing Murder, disebutkan, sebagian besar orang dalam pengaruh emosi yang sangat tinggi cenderung membunuh orang yang memicu emosi itu.

Naskah tersebut ditulis Prof Frank J. Ninivaggi. Ia dokter di Rumah Sakit Yale-New Haven, AS, Ia juga asisten profesor klinis psikiatri anak di Pusat Studi Anak, Fakultas Kedokteran, Universitas Yale di New Haven, Connecticut, AS.

Dijelaskan, emosi meluap-luap membikin detak jantung berpacu cepat. Ketika sensasi emosi yang tidak disadari itu menyatu, muncullah perasaan kompleks. Menimbulkan perasaan campur aduk, suatu perasaan yang rumit untuk dijabarkan.

Di situlah sangat berbahaya. Bagi orang yang berada di sekitar orang emosi itu. Meskipun, kemarahan orang emosi sebenarnya ditujukan kepada orang yang membikin munculnya rasa marah tersebut. Tapi, orang di sekitar bisa terkena dampak amukan.

Ninivaggi menyarankan, semua orang harus paham itu. Sebab, dalam hidup semua orang, pasti bakal pernah emosi. Tidak ada orang tanpa emosi. Maka, semua orang harus paham manajemen risiko terkait saat-saat emosi.

Orang emosi atau marah wajib bisa mengidentifikasi potensi ancaman. Potensi bahaya yang bakal ditimbulkan. Bahkan, orang emosi harus paham bahwa itu bakal menimbulkan pembunuhan. Maka, harus dikendalikan. Kemarahan direm pelan-pelan, sampai benar-benar reda, sebelum terjadi ledakan. 

Dijelaskan, kesadaran orang emosi bahwa ia berada pada tahap berbahaya bisa membantu memperbaiki titik buta agresi. Bisa mencegah agresi. Caranya, tinjauan ke masa depan dan identifikasi, prediksi, dan deeskalasi. Itulah alat manajemen risiko yang rasional. 

Teknisnya, berhentilah dari semua kegiatan sejenak. Lantas, melakukan refleksi diri untuk mengidentifikasi perasaan. Lalu, membedakan antara tindakan rasional dan irasional. Dilanjut, memberikan label emosi kepada diri sendiri. Kemudian, mempertimbangkan strategi alternatif untuk menangani kemarahan, mengurangi impulsif, dan pilihan-pilihan yang dipikirkan secara mendalam.

Kategori :